a

NasDem Yakini Pemerintah Mampu Selamatkan Cash Flow Pertamina

NasDem Yakini Pemerintah Mampu Selamatkan Cash Flow Pertamina

JAKARTA (13 Mei): Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengatakan pemerintah memiliki kemampuan untuk menyelamatkan cash flow (arus kas) PT Pertamina (Persero) dengan membayar utang atau kewajiban kompensasi, meski pada saat yang sama juga dilakukan upaya menjaga daya beli masyarakat.

Menurut Legislator NasDem itu, pemerintah mampu membiayai kedua hal tersebut secara bersamaan, karena keuntungan besar (windfall profit) yang didapat pemerintah pasca lonjakan harga beberapa komoditas utama dunia.

“Cash flow Pertamina juga harus diselamatkan, di samping daya beli masyarakat. Dengan apa? Pasti keuangan negara. Keuangan negara didapat dari mana? Dari windfall profit. Pemerintah untung besar kok dari kenaikan sejumlah komoditas dunia,” ujar Sugeng dalam keterangannya, Kamis (12/5).

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), utang atau kewajiban kompensasi energi pemerintah hingga akhir 2021 adalah Rp109 triliun. Itu meliputi kompensasi kepada Pertamina untuk harga jual eceran (HJE) bahan bakar minyak (BBM) senilai Rp84,4 triliun dan kompensasi kepada PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) untuk tarif listrik sebesar Rp24,6 triliun.

Menurut Sugeng, nilai tersebut kini telah membengkak hingga Rp220 triliun yang meliputi kompensasi LPG tabung 3Kg mencapai Rp80 triliun dan sisanya kompensasi untuk HJE BBM Rp140 triliun. Padahal, anggaran subsidi untuk BBM dan LPG tabung 3 Kg dalam APBN 2022 ditetapkan hanya sebesar Rp77,5 triliun.

Pembengkakan kewajiban kompensasi itu terjadi seiring dengan lonjakan harga minyak mentah dunia yang kini di atas US$100 per barel, jauh di atas asumsi APBN 2022 yang hanya US$63 per barel.

Legislator NasDem itu memastikan, bila tahun ini pemerintah tidak membayar utang kompensasinya kepada Pertamina, keuangan BUMN energi ini bakal mengalami ‘pendarahan’ (bleeding).

“Dipastikan bleeding, dan sekarang sudah terasa. Kita tahu lifting minyak bumi terus turun. Dari target APBN 2022 sebanyak 703 ribu barel per hari, kini sudah di bawah 600 ribu barel per hari. Begitu cash flow terganggu, modal kerja terganggu,” tandas Sugeng.

Apalagi, lanjut Sugeng, Pertamina memiliki kewajiban yang tidak ringan yaitu mempertahankan standar cadangan operasional BBM 21 hari. Untuk itu Pertamina harus merogoh dana tidak sedikit, yakni US$6,8 miliar per bulan.

Sugeng menambahkan, tersendatnya pembayaran utang kompensasi itu juga bisa berdampak ke bisnis hulu Pertamina. Keuangan hulu juga sangat bergantung pada performa keseluruhan keuangan Pertamina. Padahal, melalui Pertamina Patra Niaga sebagai sub holding commercial & trading, Pertamina bisa menjamin ketersediaan BBM secara nasional.

“Kalau ketersediaan BBM terganggu, ekonomi bisa kacau dan momentum pertumbuhan bisa terganggu,” ucap dia.

Kewajiban atau utang kompensasi pemerintah kepada Pertamina timbul karena plafon subsidi tidak lagi mampu mengcover kenaikan harga BBM maupun migas.

Sugeng mencontohkan, saat ini harga keekonomian BBM jenis Pertalite adalah Rp15.500 per liter, sementara harga di SPBU masih sekitar Rp7.650. Gas LPG 3Kg memiliki nilai keekonomian Rp15.000 per kg, masih dijual dengan harga Rp4.000 per kg.

“Selisih inilah yang kemudian masih ditanggung Pertamina sebagai BUMN yang ditugasi melakukan public service obligation (PSO) penyediaan BBM bersubsidi,” tandasnya.

Legislator NasDem dari DapilĀ  Jawa Tengah VIII (Kabupaten Cilacap dan Banyumas) itu menyatakan, pihaknya memberi kesempatan kepada pemerintah untuk menaikkan harga BBM jenis Pertalite maksimal Rp2.500, agar beban APBN 2022 tidak terlalu berat. Namun, ia meminta penaikan itu dilakukan pada waktu yang tepat, yakni paling cepat tiga bulan setelah Lebaran.

“Kalau dinaikkan pada Lebaran kemarin memang tidak tepat karena di saat belanja masyarakat sedang tinggi-tingginya, sehingga inflasi bisa melonjak. Kalau inflasi naik konsekuensinya kemiskinan jadi naik, daya beli turun. Itu yang kami mintakan untuk ditunda setidaknya tiga bulan setelah hari Raya Idul Fitri, untuk dihitung kembali,” pungkasnya.

(RO/*)

Add Comment