“Tentunya ini langkah awal untuk memperkuat dan mempertajam keahlian melalui pelatihan yang diharapkan bisa memperkuat karakter dan skill untuk lebih siap kerja,” ucap Rian, Selasa (23/1).

Pelatihan kewirausahaan antara lain terkait pengolahan dan penyajian kopi, perawatan sepeda motor, dan marketing melalui media sosial. Mereka menerima pelatihan selama beberapa hari ke depan agar memiliki skill dan terserap di bidang kerja masing-masing.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu menuturkan, pelatihan tersebut sangat tepat untuk menekan angka pengangguran di Kabupaten Bandung dan Bandung Barat karena pengurangan angka pengangguran berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat.

“Kami menilai pelatihan semacam ini sangat penting apalagi pada zaman sekarang, media sosial bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan penjualan produk UMKM,” tuturnya.

Rian mengaku, sejauh ini pihaknya telah mengadakan pelatihan, bimtek, seminar untuk peningkatan mutu sumber daya manusia bagi para pemuda dengan total 10 ribu orang. Diharapkan, mereka yang sudah menerima pelatihan bisa menambah ilmu dan memanfaatkan potensi yang ada di wilayah masing-masing untuk menciptakan wirausaha baru dan mengurangi angka pengangguran.

“Pelatihan-pelatihan semacam ini sangat cocok karena Indonesia adalah negara produksi kopi ke-4 di dunia dan Kabupaten Bandung merupakan daerah penghasil kopi terbesar di Jabar dengan luas lahan mencapai 13.528 hektare,” ungkapnya.

Sedangkan potensi pengguna alat transportasi sepeda motor, tambah Rian, dari tahun ke tahun terus bertambah. Oleh sebab itu, lanjut Rian, pelatihan perawatan motor penting karena bisa menjadi ladang bisnis yang menjanjikan.

“Kegiatan ini akan mendorong kita semua untuk menjadi pelaku bukan hanya menjadi penonton di rumah sendiri,” jelasnya.

(*)

“Program pelatihan ini merupakan bagian dari aspirasi DPR RI yang bekerja sama dengan BRIN untuk meningkatkan kapasitas peternak di wilayah Kabupaten Sorong, sehingga mereka mampu mengolah bahan baku lokal menjadi pakan ternak yang sehat dan bergizi,” ungkap Rico dalam keterangannya, Rabu (24/1).

Menurut Rico, pelatihan ini merupakan salah satu upaya memberikan peluang bagi para peternak untuk memaksimalkan bahan baku lokal yang melimpah menjadi pakan ternak sekaligus membuka ruang bisnis dari hasil pengolahan tersebut.

“Kita tahu bahwa selama ini peternak hanya memberikan pakan yang tidak diolah karena mereka belum memiliki kapasitas pengolahan pakan yang baik dan benar,” urainya.

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat dan kembali maju menjadi calon anggota legislatif DPR RI dari Dapil Papua Barat Daya itu menyebutkan pakan ternak seperti rumput dan umbi-umbian sangat melimpah di Kabupaten Sorong. Namun, peternak tidak memiliki kemampuan pengolahan yang maksimal untuk memanfaatkan potensi itu.

“Kita harap dengan adanya pelatihan ini mereka nantinya bisa secara maksimal mengolah bahan baku lokal untuk menjadi pakan ternak,” tukasnya.

Di tempat yang sama Peneliti Ahli Madya BRIN, Wisri Puatuti, menjelaskan pelatihan itu merupakan program kolaborasi antara DPR RI dan BRIN untuk meningkatkan kapasitas pemahaman peternak tentang pengolahan pakan ternak berbahan baku lokal.

Menurutnya, pengolahan pakan ternak penting untuk meningkatkan selera makan ternak serta tahan lama.

“Inilah yang kemudian penting bagi kita untuk memberikan pelatihan pengolahan pakan ternak agar ternak peliharaan lebih sehat dan berkualitas,” katanya.

Dia menyebutkan, materi pelatihan yang diberikan mulai dari pengolahan pakan ternak, pengelompokan sumber pakan, memformulasikan pakan hingga mencapai hasil maksimal.

Selain itu, juga praktik pembuatan pakan ternak menggunakan fasilitas canggih untuk menghasilkan pakan yang berkualitas.

“Peserta pelatihan sebanyak 150 orang yang terdiri atas peternak sapi, ikan, ayam, bebek, dan sebagainya,” ujar dia.

(sonia/*)

Program tersebut berasal dari Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Program itu masuk dalam Tahun Anggaran 2023 dan tersalurkan melalui wakil rakyat.

Dalam kesempatan Peresmian dan Penyalaan Pertama BPBL tersebut, Rico menegaskan program itu diperuntukan bagi masyarakat tidak mampu agar dapat mengakses listrik seperti masyarakat lainnya.

“Pemasangan listrik gratis dari program BPBL telah berjalan dengan baik dan diharapkan bisa menyenangkan hati masyarakat yang tidak mampu,” ujar Rico di Aula Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an (LPTQ), Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (12/12).

Rico menaikan saklar listrik sebagai tanda peresmian program tersebut. Ia berharap masyarakat bisa memanfaatkan bantuan itu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

“Dengan adanya listrik ini, anak-anak bisa belajar, kita bisa melakukan kegiatan-kegiatan rumah tangga dengan baik,” ujar Rico.

Salah satu penerima manfaat Program BPBL di Kelurahan Malawele, Aimas, Sorong, Wagiyem, 57, menyampaikan bahwa saat belum punya listrik dirinya terkendala melakukan aktivitas di rumah. Namun, kini dengan adanya listrik ia bisa memanfaatkannya untuk penerangan, memasak, dan mengoperasikan alat elektronik.

“Terima kasih banyak Bapak Rico Sia dan pemerintah, saya sudah dibantu penerangan,” ujar Wagiyem.

(Sonia/dis/*)

“Raja Ampat dijuluki sebagai sepenggal surga di bumi, pulau indah di Tanah Papua. Di sana pariwisata menjadi andalan, namun disayangkan listrik tidak maksimal,” ujar Rico dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan Dirjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Jisman Hutajulu, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Yudo Dwinanda Priadi, dan Dirut PLN Darmawan Prasojo di Jakarta, Rabu (15/11).

Rico menjelaskan, ketersediaan listrik sangat terbatas di Raja Ampat. Bahkan di beberapa distrik, listrik hanya tersedia dari pkl 18.00 hingga pkl 06.00. Hal itu dikeluhkan masyarakat karena menghambat aktivitas mereka.

“Semoga PLN bisa fokus untuk Indonesia terang di wilayah timur, khususnya di kawasan pariwisata Raja Ampat. Banyak keluhan dari masyarakat, hotel, home stay, produksi frozen food ikan, wisatawan dan sebagainya,” tandas Rico.

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat itu menegaskan, ketersediaan listrik termasuk di siang hari sangat dibutuhkan untuk menunjang sektor pariwisata dan UMKM. Listrik dibutuhkan masyarakat, wisatawan lokal dan mancanegara.

“Jadi mohon dukungan pemerintah untuk memperhatikan betul terkait kebutuhan listrik di wilayah kepulauan. Sehingga diharapkan bisa meningkatkan potensi pariwisata dan secara tidak langsung meningkatkan pendapatan asli daerah,” tukas Rico.

(Sonia/dis/*)

Pelatihan yang merupakan kerja sama Rian dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) itu diikuti pelaku UMKM yang tergabung dalam forum muda kreatif (Formatif).

Rian menyatakan, digital marketing menjadi salah satu solusi bagi UMKM dalam mengembangkan jaringan pemasaran, baik di tingkat nasional maupun internasional.

“Melalui digital marketing, memungkinkan pelanggan atau pembeli mendapatkan informasi mengenai suatu produk atau jasa melalui internet. Sehingga memungkinkan penjual atau pemilik usaha dapat berinteraksi dengan calon pembeli tanpa batasan waktu dan lokasi,” kata Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu.

Digital marketing bukanlah hal baru di Indonesia dan terus mengalami perkembangan. Menurut Rian, hadirnya internet mempermudah hal-hal yang dulunya sulit menjadi mudah, termasuk pemasaran produk dan jasa.

“Dengan mengakses internet, masyarakat bisa mencari dan membeli barang yang langsung dikirim ke rumah, perkembangan teknologi digital saat ini sangat luar biasa,” tukas Rian Firmansyah.

(dis/*)

“Di dapil kami juga di (Distrik) Masni ada pertambangan emas yang sudah pernah diberantas, ada yang sudah ditangkap, namun sekarang mulai beraktivitas lagi dengan alat-alat berat yang cukup banyak di sana, di Papua Barat,” ujar Rico dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR dengan Dirjen Minerba Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), di Jakarta, Senin (6/11).

Untuk itu, Rico meminta Kementerian ESDM melalui Dirjen Minerba untuk dapat memberi perhatian lebih terhadap praktik-praktik tambang ilegal sehingga lingkungan dan kekayaannya dapat terlindungi dan termanfaatkan dengan baik.

“Mohon atensi dari Pak Plt Dirjen Minerba, sehingga kekayaan negara khususnya juga lingkungan di Papua yang menjadi sumber paru-paru oksigen dunia ini bisa terlindungi dan tentunya manfaatnya dapat menambah PNBP. Bukan diambil segelintir orang atau oknum-oknum lalu kita enggak dapat apa-apa,” tandas Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat itu.

Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto, mengatakan Papua merupakan salah satu provinsi yang memiliki sumber mineral cukup banyak. Sehingga kepastian hukum terkait pertambangan mineral menjadi penting.

“Saya kira kita semuanya tahu Papua salah satu provinsi di mana sumber mineralnya cukup banyak sehingga hal-hal yang sifatnya kepastian hukum menjadi penting. Tadi ada satu contoh kembali bahwa dulu dikatakan illegal mining ternyata sekarang beroperasi kembali bahkan dengan alat berat yang cukup masif. Ini Pak Dirjen dapat menjadi perhatian,” katanya.

(dpr.go.id/*)

Sosialisasi ini diikuti ratusan warga masyarakat Sorong. Mereka diberikan pengetahuan terkait olahan sagu sebagai bahan pangan yang bisa menggantikan beras dan tepung terigu.

“Kegiatan ini dilakukan agar masyarakat tahu bagaimana cara mengolah sagu. Malah sesungguhnya, dengan pelatihan ini, kita bisa memperkenalkan sagu secara nasional, atau bahkan pasar global,” ujar Rico.

Legislator NasDem dari dapil Papua Barat ini menambahkan, bahan baku sagu cukup mudah ditemui di Papua. Namun, selama ini pemanfaatannya belum maksimal.

“Bahan bakunya selalu ada dan tersedia di sekitar kita. Selain bisa dibuat papeda, ada inovasi baru yang dikembangkan saat ini, yaitu sagu dibuat jadi beras, tepung, mi dan sebagainya,” tandasnya.

Lebih lanjut legislator yang akan kembali bertarung di Pileg 2024 dari dapil Papua Barat Daya ini menegaskan, pemaksimalan pemanfaatan sagu ini sebagai dukungan terhadap ketahanan pangan dan menghadapi krisis pangan dunia.

“Saya berharap ini bisa menjadi produk unggulan UMKM ke depannya, dan memberikan manfaat ekonomi untuk masyarakat,” pungkasnya.

(sonia/dis/*)

Sebanyak 150 pegiat UMKM di Sorong menjadi peserta sosialisasi. Mereka diberikan pengetahuan tentang jenis, metode, dan cara pengemasan produk secara baik dan benar.

“Maksud dan tujuan kegiatan ini supaya para pelaku UMKM dapat membuat kemasan produk mereka jadi bagus dan memberi nilai tambah. Semoga ilmunya bermanfaat,’ ujar Rico.

Legislator dari dapil Papua Barat itu meminta para peserta untuk aktif dan tidak segan bertanya jika belum memahami materi yang disampaikan. Ilmu dan pengetahuan yang didapat harus maksimal agar UMKM semakin berkembang.

“Instruktur sudah kita datangkan dari Jakarta. Jadi manfaatkan kesempatan ini untuk mendapat ilmu yang banyak,” tegasnya.

Kepala Dinas Perindustrian Kota Sorong, Izak Jitmau, berterima kasih kepada Rico yang telah menggagas acara itu. Menurutnya, Rico sangat konsisten untuk membantu UMKM di Kota Sorong.

“Pak Rico Sia sudah banyak membantu Pemkot Sorong dalam pengembangan UMKM. Kami berharap kegiatan ini bisa menambah nilai dari produk-produk UMKM di Sorong,” tukasnya.

(dis/*)

Teranyar, Rico yang merupakan anggota Komisi VII DPR RI, menggandeng Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggelar berbagai pelatihan dan bimtek di Kota Sorong, Kabupaten Sorong, Sorong Selatan, Tambrauw, dan Raja Ampat.

Rico mengatakan, berbagai pelatihan yang diberikan merupakan upaya untuk menggenjot kemajuan sektor IKM di Papua Barat Daya. Diharapkan, pelatihan itu dapat meningkatkan pengetahuan serta keahlian peserta.

“Program ini hampir 80 % diikuti oleh orang asli Papua (OAP). Ini merupakan perjuangan kita untuk menyejahterakan masyarakat Papua Barat Daya,” ujar Rico dalam keterangannya, Rabu (20/9).

Rico meminta seluruh peserta dapat mengikuti pelatihan dan bimtek dengan baik dan tuntas, sehingga bisa membuka atau mengembangkan usaha dengan keahlian baru.

“Ikuti kegiatan ini hingga selesai, tekuni dan fokus saat mengikuti latihan dan bimtek,” imbau Rico.

Di Kota Sorong, bimtek digelar selama tiga hari mulai Rabu (20/9). Bimtek difokuskan menjadi tiga sub pelatihan, yakni motor tempel, penganyaman, dan pengolahan ikan. Setiap sub pelatihan diikuti 40 peserta.

Di Kabupaten Sorong, bimbek juga dibagi dalam tiga sub, yakni pengelasan, penganyaman, dan pengolahan ikan yang masing-masing diikuti 40 peserta. Kegiatan serupa juga berlangsung di Kabupaten Sorong Selatan.

Untuk Kabupaten Tambrauw, bimtek akan dimulai pada Senin (25/9). Sedangkan di Raja Ampat, bimtek akan dimulai pada Kamis (28/9). (sonia/dis/*)

Sekitar 200 warga Raja Ampat menjadi peserta sosialisasi tersebut. Mereka diberikan pengetahuan mengenai pengelolaan rumput laut.

“Potensi sumber daya khususnya rumput laut, sangat besar di sini. Untuk itu, kami berkomitmen bersama BRIN memberikan pengetahuan untuk pengelolaan rumput laut,” ujar Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat itu.

Instruktur yang sudah berpengalaman didatangkan untuk memaksimalkan potensi rumput laut. Diharapkan masyarakat dapat meningkatkan nilai jual rumput laut dengan berbagai pengolahan.

“Sehingga ke depan produk ini bisa dipasarkan dan punya nilai ekonomi. Diharapkan masyarakat mengikuti pelatihan dengan baik, agar setelah ini ilmu yang diperoleh dapat bermanfaat dan meningkatkan perekonomian,” tukas Rico.

(sonia/dis/*)

“Kita harus masif dengan satu narasi bahwa EV adalah kebutuhan dan masa depan Indonesia untuk mencapai Net Zero Emission,” ujar Rian dalam Forum Diskusi Denpasar 12 dengan tema ‘Tantangan dan Peluang Adopsi Kendaraan Listrik di Indonesia’, Rabu (6/9).

Rian meyakini bahwa kendaraan listrik merupakan angkutan masa depan. Narasi yang dibangun terkait industri dan penggunaan EV mesti dibangun positif.

“Jangan sampai masyarakat menjadi bingung dengan narasi yang dibangun oleh pemerintah,” imbuhnya.

Legislator dari dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu mengungkapkan, ada berbagai tantangan dalam pengembangan industri dan penggunaan EV di Tanah Air. Di antaranya terkait regulasi, keberadaan infrastruktur pendukung, hingga keyakinan masyarakat sebagai konsumen.

“Kita lihat dari industrinya, masih melihat dan menunggu terkait EV ini, bagaimana kelanjutan, bagaimana masa depannya. Itu juga menjadi tantangan yang tidak bisa kita abaikan,” ujar Rian.

Rian menceritakan, dulu pemerintah membuat program konversi dari minyak tanah ke gas LPG. Menurutnya, itu adalah kebutuhan primer dan dibutuhkan masyarakat. Namun, hingga saat ini program tersebut masih ada banyak masalah, mulai dari distribusi hingga ketepatan sasaran.

“Sedangkan ini (konversi kendaraan bahan bakar minyak ke listrik) kan tidak terlalu primer bagi konsumen. Tentu masyarakat akan punya banyak pertimbangan,” ujarnya.

Lebih lanjut Rian mendorong agar pemerintah terus memasifkan pembangunan infrastruktur penunjang kendaraan listrik. Di antaranya adalah Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) yang masih minim. Selain itu, berbagai insentif juga harus terus diberikan untuk menarik minat masyarakat.

“Infrastruktur harus benar-benar bisa meyakinkan masyarakat. Konsumen kan tidak mau tahu terkait proses dan lain-lain. Konsumen hanya ingin dimudahkan dalam hal apapun untuk mengonsumsi atau memakai produk tersebut. Secara simultan, kita harus bergerak menyukseskan konversi ini,” pungkasnya.

(dis/*)

Hal ini, menurut dia, diperlukan agar industri migas Tanah Air dapat tetap tumbuh positif.

“Investasi hilir migas diperkirakan akan terus meningkat menjadi USD 11,22 miliar pada 2023 dan USD 10,77 miliar pada 2024,” kata Rian dalam Seminar Umum Kebijakan Hilir Migas, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (29/8).

Selain itu, lanjut Rian, pengembangan investasi hilir migas harus diintegrasikan dengan industri petrokimia agar standarnya meningkat menjadi Euro 5 dan Euro 6. Hal ini juga sebagai dukungan untuk mewujudkan net zero emission pada tahun 2060.

“Pertumbuhan industri hilir migas sudah harus sejalan dengan semangat mencegah perubahan iklim dan mendorong tercapainya net zero emission pada 2060,” imbuhnya.

Lebih lanjut Rian menegaskan, BPH Migas memegang peranan penting agar sektor hilir migas dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, peran yang dijalankan BPH Migas harus mencermati dua kepentingan.

Pertama, katanya, memastikan ketersediaan pasokan migas dan pemberian subsidi yang tepat sasaran. Kedua, mengawasi kondisi iklim usaha migas agar sesuai dengan regulasi yang berlaku.

BPH Migas juga didorong agar adaptif terhadap kondisi geo-politik dunia yang berpengaruh pada ketersediaan energi. Digitalisasi menjadi faktor penting agar distribusi menjadi lebih terkontrol dan efisien.

“Sistem digital sudah tidak bisa kita elakkan agar proses distribusi migas bisa lebih terkontrol dan efisien, khususnya menyangkut BBM bersubsidi,” pungkas legislator dari Dapil Jawa Barat 2 (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu.

(dis/*)

Berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian, Rian menggelar bimbingan teknis (Bimtek) terkait penumbuhan dan pengembangan wirausaha baru IKM, di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat, Jumat-Senin (11-14/8). Bimtek diikuti 600 peserta.

Dalam paparannya Rian mengatakan, keberadaan wirausaha baru di sektor industri kecil dan menengah memiliki peranan penting dalam memperkuat perekonomian nasional.

“Kita butuh lebih banyak IKM yang bisa naik kelas,” tandas Legislator dari Dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu.

Rian menegaskan, diperlukan upaya serius untuk menumbuhkan dan mengembangkan IKM. Wirausaha merupakan salah satu pemicu penting pertumbuhan perekonomian nasional.

“Momentum pelatihan sangat tepat untuk menekan angka pengangguran di Kabupaten Bandung Barat. Karena angka pengangguran terbuka berkorelasi dengan kesejahteraan masyarakat yang ada di KBB,” tegasnya.

Ia mengajak seluruh pihak untuk bergandeng tangan menumbuhkan sektor itu. Kebijakan pemerintah harus berpihak pada pengusaha IKM.

“Pemerintah pusat, pemerintah daerah, sampai pemerintah desa, perlu ikut berkolaborasi menumbuhkan wirausaha baru industri kecil menengah,” ujar Rian.

(dis/*)

Menurut Rian, pelibatan berbagai pihak diperlukan untuk mengatasi masalah sampah, agar sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dapat dikurangi.

“Daur ulang dengan penekanan pada proses pengomposan secara mandiri oleh masyarakat bisa menjadi salah satu solusi mengurangi sampah dan membuka peluang usaha,” ujar Rian.

Terlebih, lanjut Rian, Kabupaten Bandung mempunyai sektor pertanian dan perkebunan yang luas. Untuk itu, pelatihan pengolahan kompos merupakan solusi dan potensi yang menjanjikan bagi masyarakat.

“Problem sektor hilir menjadi masalah utama, walau konsep yang ditawarkan sudah berubah tapi TPA tetap sebagai tempat pengolahan akhir. Dampaknya, sampah menumpuk di mana-mana karena tidak ada TPA yang bisa berfungsi sebagaimana mestinya, dan ini kerap terjadi di kota-kota besar,” urainya.

Rian menilai Kabupaten Bandung dan Bandung Barat punya masalah sampah yang serius. Ia mendorong kampanye untuk mengajak partisipasi aktif masyarakat dalam mengelola sampah organik rumah tangga secara mandiri.

“Sebuah negara memiliki peradaban yang maju atau tidak, dapat ditentukan bagaimana masyarakatnya mengelola sampah. Jangan harap kita bisa maju bila masalah sampah masih menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari,” pungkas Rian.

(dis/*)

Menurutnya, kini Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Papua Barat masih dalam masa transisi kewenangan ke Provinsi Papua Barat Daya, sehingga proses perpanjangan izin tambang banyak mengalami kendala.

“Sejak awal yang ingin kita dorong adalah untuk menghindari yang namanya pengusaha-pengusaha tambang ilegal. Banyak penambang yang izinnya sudah harus diperpanjang, tapi karena serah terima kewenangan tadi, banyak penambang yang izinnya sudah mati belum bisa diperpanjang lagi,” ujar Rico, Kamis (3/8).

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat itu menilai, perlu diambil jalan tengah dengan memberikan kemudahan bagi pengusaha yang memperpanjang izin tambangnya. Mereka tidak perlu mengurus dari awal.

“Memang ada aturan apabila ada izin yang sudah mati harus diurus dari awal. Sementara pemindahan kewenangan dari ESDM Papua Barat ke Papua Barat Daya sampai saat ini belum ada Pergubnya, otomatis itu akan berdampak bagi pengusaha-pengusaha tersebut,” terangnya.

Terlebih, lanjut Rico, pengurusan perizinan pertambangan membutuhkan waktu yang cukup lama sedangkan proses pembangunan tidak boleh dihentikan.

“Apabila izin mereka tidak dikeluarkan, terus kebutuhan pembangunan seperti bebatuan, pasir dan lain-lain bagaimana? Apabila izin itu mati tentunya mereka nanti bisa diproses hukum karena izinnya belum terbit,” tandasnya.

Rico menegaskan hal ini bukan untuk kepentingan pribadi, pengusaha, maupun birokrasi, melainkan untuk percepatan pembangunan.

“Kami berharap ini bukan kesalahan dari pengusaha-pengusaha yang ada di Papua Barat Daya. Tapi karena proses transisi pelimpahan kewenangan dari ESDM Provinsi Papua Barat ke Provinsi Papua Barat Daya yang sekarang ini masih dijabat oleh seorang penjabat,” pungkasnya.

(sonia/dis/*)

Pelatihan yang diikuti ratusan pegiat UMKM itu diadakan di Waisai, Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu (29/7).

Rico mengatakan, pelatihan di Raja Ampat ini merupakan bagian dari beberapa pelatihan yang digelar di Provinsi Papua Barat Daya. Pelatihan-pelatihan ini terus digalakkan guna meningkatkan pengetahuan dan inovasi para pegiat UMKM.

“Pelatihan yang diikuti ratusan peserta ini menggandeng BRIN. Diharapkan dapat memberikan pelatihan mengolah ikan bagi calon pengusaha muda, untuk mengolah beragam produk dan mendatangkan nilai ekonomi,” ujar Rico.

Legislator dari Dapil Papua Barat ini berharap, ke depan para pegiat UMKM dapat menerapkan pengetahuan yang mereka dapat untuk mengembangkan bisnis.

“Seluruh peserta yang hadir dapat menerapkan ilmu yang diberikan untuk mengolah bahan dasar ikan itu lebih kreatif lagi,” tukas Rico.

(sonia/dis/*)

Pelatihan ini diperlukan untuk memberikan nilai tambah pada beragam produk usaha mikro kecil menengah (UMKM).

“Dengan meningkatkan nilai tambah produk makanan milik UMKM, maka akan memperluas daerah pemasaran sehingga, UMKM bisa lebih berkembang,” kata Rian, Jumat (28/7).

Menurut Rian, salah satu rahasia produk makanan untuk sukses adalah kemasan yang menarik. Selain rasa dan kualitas makanan, tampilan produk yang menarik akan semakin menarik minat konsumen.

“Terkadang produk kita bagus tapi kemasannya kurang menarik, akhirnya tidak menarik minat calon pembeli. Harusnya tidak hanya produk yang bagus, tetapi kemasannya juga bagus, unik dan menarik, agar mudah dilirik dan akhirnya dibeli konsumen,” ujarnya.

Terlebih, lanjut Rian, pada era sekarang bisnis makanan banyak dipasarkan melalui media sosial. Untuk itu, kemasan yang menarik menjadi kunci dari sebuah produk.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat II (Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat) itu juga menyarankan pelaku UMKM untuk memperhatikan pemasaran produk. Persaingan yang ketat antarproduk perlu menjadi pertimbangan.

“Harapannya, forum ini dapat menjadi titik awal bagaimana pelaku UMKM bisa bersaing dengan perusahaan besar di industri ini,” tandasnya.

Lebih lanjut Rian mengapresiasi BRIN yang telah memberikan kontribusi dengan melakukan riset dan inovasi dan hasilnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Teknologi pengemasan bisa dimanfaatkan pada produk makanan agar makanan bisa bertahan lebih lama sehingga bisa dipasarkan secara global.

“Ini adalah bentuk kegiatan nyata yang manfaatnya dapat langsung dirasakan masyarakat. Pelatihan pengemasan makanan ini diharapkan meningkatkan nilai tambah produk makanan milik UMKM,” pungkasnya.

Kegiatan pelatihan kerja sama Rian dengan BRIN juga diselenggarakan di Bandung Barat selama empat hari dari 25-28 Juli di empat titik. Selain pelatihan teknik desain label kemasan, juga ada pelatihan bisnis manajemen untuk UMKM, pelatihan pengolahan sayuran, dan manajemen bisnis untuk UMKM.(dis/*)

“Kehadiran saya adalah untuk membangkitkan gairah pengusaha baru setelah mendapatkan pelatihan,” ujar Rico.

Legislator NasDem dari Dapil Papua Barat itu juga siap memberikan bantuan modal bagi para calon pengusaha tersebut. Dengan begitu, mereka langsung bisa membuka dan mengembangkan usaha setelah selesai diklat.

“Bantuan untuk kegiatan seperti ini memang bagusnya atas nama kelompok, bukan pribadi. Sehingga akan lebih besar impact-nya nanti ketika diberikan atas nama kelompok. Bantuan modalnya nanti senilai Rp10 juta per kelompok yang masing-masing beranggotakan 10 orang,” ujarnya.

Rico mengatakan sektor UMKM merupakan penopang ekonomi negara. Untuk itu, ia konsisten memberikan bantuan pelatihan dan permodalan bagi UMKM, termasuk di Sorong.

Lebih lanjut Rico mengajak Pemda Sorong untuk turut memperhatikan sektor UMKM. Ia berharap pemda dapat menyerap produk-produk UMKM dengan membelanjakan APBD untuk produk lokal.

“Sebenarnya arahan dari Presiden Jokowi sudah jelas. Setiap daerah diminta membelanjakan APBD untuk membeli produk lokal di daerahnya. Ini adalah cara terbaik untuk memberdayakan para pelaku UMKM. Jadi seharusnya ada anggaran khusus yang disiapkan untuk itu,” tandasnya.

(sonia/dis/*)

Potensi kopi yang besar harus dimanfaatkan para pengusaha. Untuk itu, Rico menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Pelatihan Pengolahan Kopi Terfermentasi (arabika, robusta dan liberka), di Sorong, Papua Barat Daya, Kamis (27/7). Pelatihan itu diikuti Wira Usaha Baru (WUB) di Sorong.

“Kita sudah harus berinovasi pada produk kopi yang akan dijual, karena zaman menuntut kita untuk terus berinovasi, supaya produk yang kita miliki menjadi bernilai ekonomis,” ujar Rico.

Menurut Calon Legislatif DPR RI 2024 dari Dapil Papua Barat Daya itu, potensi yang besar harus dimanfaatkan sebaik mungkin. Keahlian dan inovasi harus terus ditingkatkan agar produk yang dihasilkan memiliki daya tarik. WUB di Kota Sorong membutuhkan pendampingan yang intensif agar mampu bersaing di pasar.

“Tanpa inovasi terhadap produk yang mau dipasarkan, maka nilai jualnya rendah. Tentunya persaingan akan terjadi, maka salah satu upaya adalah berinovasi terhadap produk kopi dengan desain menarik, sehingga memiliki daya tarik bagi konsumen,” papar Rico.

Selain memberikan pelatihan, Rico juga memberikan bantuan modal usaha bagi WUB. Bantuan ini sebagai stimulan bagi mereka untuk mengembangkan usaha pengelolaan kopi. Bantuan yang berasal dari kantong pribadi Rico itu bervariasi antara Rp10 juta-Rp50 juta.

“Bantuan dana tidak banyak, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana WUB itu mendapatkan perhatian untuk berdaya saing di bidang pengelolaan kopi,” tukas Rico.

(sonia/dis/*)

Kegiatan ini dihadiri ratusan pelaku UMKM di Sorong. Rico mengatakan, pelaku UMKM perbengkelan di Sorong masih minim. Padahal, jumlah kendaraan bermotor di sana terus meningkat.

“Kami di Komisi VII DPR bermitra dengan Kemenperin, bersama-sama membuat pelatihan perbengkelan bagi pelaku UMKM yang ingin membangun usaha di sektor perbengkelan,” ujar Rico.

Selain diberikan pengetahuan terkait usaha perbengkelan, Rico juga memberikan bantuan modal usaha bagi mereka.

“Setidaknya ini bisa menambah untuk modal mereka membuka bengkel,” tambahnya.

Perwakilan Kemenperin, Dini Hanggandari, menegaskan dukungan dan komitmen kementeriannya untuk pelaku UMKM perbengkelan di Sorong. Melalui seminar ini diharapkan para peserta bisa menambah wawasan terkait perizinan dan permodalan.

“Seminar ini memberikan gambaran dalam memulai usaha perbengkelan. Peserta akan mendapat pembekalan yang nantinya diterapkan saat membuka usaha,” ujarnya.

(sonia/dis/*)