Forum Diskusi Denpasar 12 – Partai NasDem https://partainasdem.id Website Resmi DPP Partai NasDem Wed, 16 Apr 2025 12:48:17 +0000 id hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.8 https://partainasdem.id/wp-content/uploads/2021/04/logo-nasdem2-150x150.jpg Forum Diskusi Denpasar 12 – Partai NasDem https://partainasdem.id 32 32 Dorong Penguatan Kerja Sama dan Strategi Tepat Hadapi Kebijakan Tarif AS https://partainasdem.id/2025/04/16/dorong-penguatan-kerja-sama-dan-strategi-tepat-hadapi-kebijakan-tarif-as/ https://partainasdem.id/2025/04/16/dorong-penguatan-kerja-sama-dan-strategi-tepat-hadapi-kebijakan-tarif-as/#respond Wed, 16 Apr 2025 12:48:17 +0000 https://partainasdem.id/?p=54065 JAKARTA (16 April): Dorong penguatan kerja sama dengan strategi yang tepat dalam menghadapi sejumlah tantangan yang muncul akibat kebijakan tarif resiprokal yang diterapkan Amerika Serikat (AS).

“Dengan strategi yang tepat, Indonesia dapat mengubah tantangan menjadi momentum untuk memperkuat posisi di panggung perdagangan global yang terus berubah saat ini,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan pada diskusi daring bertema Dampak ‘Trump Reciprocal Tariffs’ terhadap Ketahanan dan Daya Saing Ekonomi Indonesia di Era Perdagangan Global yang Berubah, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (16/4/2025).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Dyah Roro Esti Widya Putri (Wakil Menteri Perdagangan RI), Badri Munir Sukoco (Direktur Pascasarjana Universitas Airlangga), dan Tarli Nugroho (Direktur Riset dan Pemikiran Institut Peradaban) sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Martin Manurung (anggota Komisi XI DPR RI) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, ketergantungan pada pasar AS membuat Indonesia rentan terhadap guncangan perdagangan.

Maka, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, diperlukan transformasi ekonomi dari ekspor komoditas mentah ke produk lainnya.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, arah pembangunan nasional, khususnya ekonomi, harus berorientasi pada penciptaan kesempatan kerja demi mengurangi pengangguran dan kemiskinan.

Oleh karena itu, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, pendekatan distribusi kesejahteraan, distribusi manfaat untuk seluas-luasnya kemakmuran rakyat harus diterapkan.

“Kita harus bersama-sama bekerja keras dengan strategi yang tepat untuk menghadapi sejumlah tantangan yang kita hadapi ini,” pungkas Rerie.

Dyah Roro Esti Widya Putri mengungkapkan, kebijakan reciprocal tariffs yang diterapkan AS menimbulkan ketegangan pada perekonomian global dan antara lain berdampak pada distribusi rantai pasok.

Diakui Dyah, tarif yang diberlakukan terhadap Indonesia lebih tinggi daripada Malaysia dan Singapura. Kondisi itu, tambah dia, harus menjadi perhatian.

Menurut Dyah, saat ini pemerintah AS menunda penerapan tarif resiprokal selama 90 hari dan selama masa penundaan itu tarif yang berlaku bagi Indonesia 10%.

Dyah berharap ada waktu bagi Indonesia untuk bernegosiasi dengan Amerika Serikat terkait kesepakatan tarif tersebut.

Pemerintah, ujar Dyah, akan memperkuat upaya diplomasi dan aliansi regional dalam menyikapi kebijakan AS.

Selain itu, tambah Dyah, pemerintah Indonesia juga terus berupaya membangun diversifikasi pasar baru melalui kerja sama antarnegara dan kawasan.

Badri Munir Sukoco berpendapat bahwa dampak perang dagang antara Tiongkok dan AS akan menguntungkan ASEAN.

Namun, jelas Badri, negara ASEAN yang lebih banyak diuntungkan pada kondisi saat ini adalah Vietnam.

Dalam hal ini, ujar dia, Indonesia belum mampu bersaing dan produk ekspornya baru seputar minyak, gas, dan CPO.

Badri menyarankan, Indonesia harus serius memanfaatkan pasar domestik. “Indonesia punya pasar yang luar biasa besar,” ujarnya.

Pasar alat kesehatan dan obat-obatan misalnya, tambah dia, harus mampu dipenuhi oleh produk dalam negeri.

Menurut Badri, langkah menciptakan enterpreneur muda agar mampu menghasilkan sejumlah produk subtitusi barang-barang impor, merupakan langkah yang strategis.

Diharapkan, tegas Badri, kemandirian dalam menghasilkan produk dapat membuka lapangan kerja baru yang sangat dibutuhkan.

Tarli Nugroho berpendapat, saat ini kondisi perekonomian tidak ideal. Sejak pandemi hingga perang dagang, ujar Tarli, dunia usaha kita belum pulih.

Menurut Tarli, perang dagang yang terjadi saat ini berpotensi melahirkan aliansi baru yang bisa menguntungkan atau merugikan kita.

Bagi ekonomi Indonesia, tambah dia, perang tarif yang terjadi saat ini jelas mengganggu ekspor. Di sisi lain, jelas Tarli, Indonesia juga berpotensi menjadi pasar produk Tiongkok yang sedang berperang dagang dengan AS.

Menurut Tarli, langkah pemerintah menghindari langkah konfrontasi dalam perang dagang saat ini sudah tepat. Upaya negosiasi penting untuk dilakukan.

“Politik bebas aktif harus terus dijaga. Kerja sama dan negosiasi adalah kata kunci untuk mengatasi sejumlah dampak perang dagang yang terjadi saat ini,” tegas Tarli.

Martin Manurung berpendapat, suka atau tidak suka, kebijakan yang diambil Trump akan berdampak juga pada pasar domestik mereka.

“Di era perdagangan global saat ini tidak ada satu pun negara yang untung sendirian,” ujar Martin.

Martin mendorong agar Indonesia memanfaatkan kerja sama perdagangan antar-negara dan regional dengan baik.

Selain itu, ujar Martin, bagaimana sejumlah program unggulan pemerintah dapat dimaksimalkan manfaatnya.

Sebagai misal, tambah dia, program makan bergizi gratis (MBG) harus melibatkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah. Sehingga, tegas Martin, program MBG menghasilkan multiplier effect yang lebih besar bagi masyarakat luas.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat dalam perang dagang antara AS dan Tuongkok, terlihat Negeri Tirai Bambu itu lebih siap dengan sejumlah strategi yang diterapkannya.

Selain itu, Saur mengingatkan, dalam menyikapi perang dagang yang terjadi jangan sampai mengambil kebijakan yang terlalu ekstrem, karena sejatinya ekspor Indonesia ke AS hanya 10%.

Penghapusan batasan persyaratan kandungan lokal produk tertentu, ujar Saur, berpotensi mematikan industri dalam negeri yang sangat penting bagi keberlanjutan produk lokal. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2025/04/16/dorong-penguatan-kerja-sama-dan-strategi-tepat-hadapi-kebijakan-tarif-as/feed/ 0
Pemikiran Bung Hatta Modal Penting Hadapi Tantangan Perekonomian Nasional https://partainasdem.id/2025/03/19/pemikiran-bung-hatta-modal-penting-hadapi-tantangan-perekonomian-nasional/ https://partainasdem.id/2025/03/19/pemikiran-bung-hatta-modal-penting-hadapi-tantangan-perekonomian-nasional/#respond Wed, 19 Mar 2025 15:10:03 +0000 https://partainasdem.id/?p=53594 JAKARTA (19 Maret): Di tengah tantangan yang dihadapi perekonomian Indonesia saat ini, pemikiran Bung Hatta untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, gotong-royong dan keadilan sosial merupakan modal penting untuk menjawab tantangan itu.

“Pemikiran para pendiri bangsa terkait pembangunan perekonomian nasional sejatinya bisa kita cermati bersama sebagai bagian dari upaya untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi bangsa ini,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Relevansi Pemikiran Sosial Ekonomi Bung Hatta Dalam Pembangunan Ekonomi Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Yayasan Hatta & LP3ES, di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sri Edi Swasono (anggota Pembina Yayasan Hatta), Budi Agustono (Guru Besar Universitas Sumatera Utara), Zaenal Muttaqin (Peneliti LP3ES/Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial), dan Ratna Sari (Dosen FEB Universitas Muslim Indonesia & Fasilitator Kementerian Koperasi RI), sebagai narasumber.

Selain itu hadir Usman Kansong (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI), sebagai penanggap.

Menurut Lestari, nilai-nilai yang ditanamkan para pendahulu bangsa bisa menjadi dasar pertimbangan bagi generasi kini dalam mengambil kebijakan menghadapi tantangan bangsa di sektor ekonomi.

Rerie, sapaan akrab Lestari, berpendapat, pemikiran untuk menerapkan nilai-nilai kedaulatan rakyat, gotong-royong dan keadilan sosial dalam proses pembangunan ekonomi yang diperkenalkan Bung Hatta bisa menjadi salah satu dasar dalam menerapkan kebijakan ekonomi nasional.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu berharap, generasi penerus dapat mengambil pelajaran dari sejumlah langkah para pendiri bangsa dalam menjawab berbagai tantangan di masa lalu.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar para pemangku kebijakan di tanah air saat ini dapat memahami dan mengamalkan nilai-nilai warisan para pendiri bangsa dalam menerapkan sejumlah kebijakan.

Sri Edi Swasono mengungkapkan, pada dasarnya ekonomi Pancasila itu mengacu pada Pasal 33 UUD 1945 yang di dalamnya terdapat dasar-dasar demokrasi ekonomi.

Selain itu, jelas Sri Edi, juga didukung oleh Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 dan dieksplisitkan pada Sila ke-5 Pancasila yaitu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sri Edi mengungkapkan, pada 1965 berdasarkan penugasan dari Departemen Urusan Research Nasional, ekonom Emil Salim menulis naskah berjudul Sistem Ekonomi dan Ekonomi Indonesia.

Pada naskah itu, jelas Sri Edi, Emil Salim menegaskan bahwa sistem ekonomi Indonesia sebagai sistem ekonomi sosialisme Pancasila.

Dalam pemikiran ekonomi Bung Hatta, ujar Sri Edi, asas kekeluargaan itu adalah brotherhood yang mengedepankan kerukunan dan solidaritas sehingga ada tanggung jawab bersama dalam setiap pengembangan perekonomian.

Menurut Sri Edi, Bung Hatta berpendapat sistem ekonomi Indonesia adalah sistem ekonomi sosialis.

Sosialisme Indonesia, jelas dia, merupakan ekspresi jiwa bangsa Indonesia yang mendapatkan perilaku yang tidak adil di masa itu.

Budi Agustono berpendapat, pemikiran Bung Hatta sejak awal bertujuan untuk mewujudkan strategi perjuangan untuk kemerdekaan Indonesia.

Menurut Budi, Bung Hatta memiliki sahabat-sahabat luar biasa di luar negeri yang memiliki jejaring internasional di masa itu.

Kondisi itu, tambah dia, membuat pemikiran-pemikiran besar Bung Hatta terkait perjuangan Indonesia dan kemandirian bangsa cepat tersebar luas di dunia.

Ratna Sari berpendapat, pemikiran Bung Hatta bahwa koperasi adalah wadah untuk membangun ekonomi kerakyatan masih relevan saat ini.

Paham kerakyatan, jelas dia, adalah bagaimana sistem ekonomi dan politik berpihak kepada rakyat.

Menurut Ratna, ada tiga prinsip pemikiran Bung Hatta yaitu terkait dengan kemandirian ekonomi, keadilan sosial dan demokrasi ekonomi.

Bung Hatta percaya, tambah dia, bahwa negara merdeka itu harus memiliki perekonomian yang mandiri dan koperasi adalah bentuk ekonomi yang sesuai dengan budaya Indonesia.

Dalam demokrasi ekonomi itu, tegas Ratna, rakyat memiliki kontrol atas sumber daya ekonomi yang ada. Sehingga, tambah dia, rakyat tidak hanya punya hak pilih, tetapi juga menentukan arah pembangunan ekonomi.

Zaenal Muttaqin berpendapat pemikiran sosial ekonomi Bung Hatta menegaskan bahwa ilmu ekonomi itu digunakan untuk menciptakan kemakmuran rakyat.

Menurut Zaenal, pemikiran Bung Hatta mengungkapkan bahwa tidak mungkin ada kemakmuran tanpa keadilan. “Ini merupakan kunci dalam pelaksanaan pembangunan,” tegas Zaenal.

Zaenal juga berpendapat langkah efisiensi yang dilakukan pemerintah saat ini berpotensi menimbulkan terjadinya ketimpangan.

Potensi ketimpangan itu, jelas dia, dapat ditekan dengan menerapkan langkah-langkah sosial sehingga kemakmuran dapat tercapai.

Usman Kansong berpendapat, pemikiran Bung Hatta tentang ekonomi, politik dan sosial berbasis pada kedaulatan rakyat.

Dalam bidang politik, tambah Usman, pemikiran Bung Hatta mengarah pada penerapan demokrasi kerakyatan dengan kedaulatan berada di tangan rakyat.

Pada bidang sosial, misalnya pada pendidikan, tambah dia, pemikiran Bung Hatta mengatakan bahwa tujuan pendidikan adalah memberdayakan rakyat yang puncaknya tentu adalah terwujudnya keadilan sosial.

Sementara pada bidang ekonomi, ujar Usman, pemikiran Bung Hatta merujuk pada Pasal 33 UUD 1945 dan tentu saja koperasi. Bung Hatta mempelajari koperasi sampai negara-negara Skandinavia.

Menurut Usman, pemikiran Bung Hatta memberi corak ke-Indonesia-an dengan religiusitas terutama keislaman.

Sejumlah pemikiran Bung Hatta tersebut, ujar Usman, merupakan jalan tengah di antara komunisme dan liberalisme.

“Pertanyaannya apakah negara kita saat ini sudah benar-benar mengimplementasikan pemikiran-pemikiran Bung Hatta?” ujarnya.

Pada kesempatan itu wartawan senior Saur Hutabarat mengungkapkan Bung Hatta pada tingkat doktoral sempat pindah jurusan dari ekonomi ke Hukum Negara dan Hukum Administrasi.

Sehingga, jelas Saur, bisa dimengerti jika Bung Hatta mendapat sebuah frasa kuat yang berbunyi ‘Dikuasai oleh Negara.’

Selain itu, Bung Hatta adalah sosok ekonomis, hidup sederhana, menganjurkan rakyat menabung, dan tidak ngemplang utang.

“Bung Hatta membayar utangnya ketika diberi pinjaman beasiswa sekolah di Belanda. Ketika pulang dari Belanda dia bayar itu utangnya,” ujar Saur.

Saur juga mengajak untuk meneliti Perkumpulan Banda Muda yang dikelola Bung Hatta saat diasingkan ke Banda Naira.

Perkumpulan itu, jelas Saur, menginisiasi kegiatan olah raga, peminjaman buku, dan koperasi yang dapat memotong jalur distribusi hasil bumi ke tengkulak. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2025/03/19/pemikiran-bung-hatta-modal-penting-hadapi-tantangan-perekonomian-nasional/feed/ 0
Pengembangan dan Pelestarian Seni Ukir Jepara Menjadi Tanggung Jawab Bersama https://partainasdem.id/2025/03/12/pengembangan-dan-pelestarian-seni-ukir-jepara-menjadi-tanggung-jawab-bersama/ https://partainasdem.id/2025/03/12/pengembangan-dan-pelestarian-seni-ukir-jepara-menjadi-tanggung-jawab-bersama/#respond Wed, 12 Mar 2025 12:03:21 +0000 https://partainasdem.id/?p=53457 JAKARTA (12 Maret): Sejumlah tantangan yang dihadapi industri funitur ukir Jepara harus segera dijawab bersama demi keberlangsungan seni ukir Jepara yang merupakan bagian dari warisan budaya bangsa.

“Seiring perkembangan zaman, seni ukir Jepara menghadapi tantangan yang kompleks dalam upaya pelestarian, regenerasi perajin, hingga pemasaran,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Mengukir Masa Depan: Legenda Ukiran Jepara yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12 bersama Jepara International Furniture and Craft Buyer Weeks 2025, di Jakarta, Rabu (12/3/2025).

Diskusi yang dimoderatori Nur Amalia (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Reni Yanita (Direktur Jenderal Industri Kecil Menengah dan Aneka, Kementerian Perindustrian RI), Neli Yana (Direktur Kriya Kementerian Ekonomi Kreatif/Badan Ekonomi Kreatif), Hadi Priyanto (Ketua Umum Yayasan Pelestari Ukir Jepara /Peluk Jepara), dan Muhammad Jamhari (Ketua Konsorsium Jepara Gerak-Ketua Steering Committee (SC) Jepara International Furniture Buyer Weeks/ JIFBW 2025) sebagai narasumber. Selain itu hadir pula Sutrisno (Perajin Ukir-Jepara Carver) sebagai penanggap.

Lestari menuturkan, di masa lalu ukiran Jepara banyak diminati masyarakat lokal dan mancanegara. Bahkan, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, pada era 1980-an furnitur ukir Jepara menjadi simbol status di masyarakat.

Selain itu, ujar Rerie, di Istana Negara pada masa itu juga dibuat ruang Jepara dengan dilengkapi ornamen, furnitur, dan kelengkapan ruang bernuansa ukir khas Jepara, untuk menerima tamu-tamu negara.

Namun, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, saat ini tantangan dalam bentuk tidak adanya regenerasi dan jauh berkurangnya para pengukir yang ahli, tengah dihadapi para perajin di Jepara.

Situasi industri furnitur ukir Jepara, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, cukup memprihatinkan sehingga sejumlah langkah strategis harus segera dilakukan untuk menyelamatkan salah satu warisan budaya bangsa itu.

Reni Yanita mengungkapkan produk furnitur ukir Jepara masuk dalam industri furnitur dan industri kerajinan.

Menurut Reni, saat ini seni ukir lebih banyak ditangani sebagai industri kerajinan. Saat ini pemerintah memiliki 578 sentra kerajinan di 29 provinsi di seluruh Indonesia.

Sementara itu, ungkap dia, industri furnitur saat ini tercatat ada 1.375 perusahaan besar dan 126.138 perusahaan kecil dan menengah.

Pemerintah, ujar Reni, melakukan pembinaan kepada para perajin melalui sentra-sentra industri furnitur dan kerajinan yang ada saat ini.

Diakui Reni, industri furnitur ukir Jepara merupakan industri padat karya yang berorientasi ekspor karena diminati pasar global.

Saat ini, ungkap Reni, kondisi pasar global dan konflik geopolitik yang terjadi mempengaruhi penurunan ekspor furnitur ukir Jepara.

“Harus mampu mencari pasar non-tradisional dan juga memanfaatkan permintaan pasar lokal sebagai salah satu alternatif membuka pasar baru,” ujarnya.

Neli Yana mengungkapkan, sebagai kementerian baru pihaknya mengakui untuk seni ukir Jepara belum memiliki program yang khusus.

Menurut Neli, seni ukir Jepara bukan sekadar keterampilan, tetapi juga merupakan warisan budaya.

Neli berpendapat ide dan kreativitas merupakan penggerak utama dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

“Seni ukir Jepara harus mampu mengikuti perkembangan zaman, tanpa meninggalkan ciri khasnya,” ujarnya.

Unsur pentahelix, tegas Neli, harus dilibatkan dalam upaya meningkatkan kembali daya saing seni ukir Jepara ke pasar dunia.

Hadi Priyanto menilai seni ukir Jepara merupakan bagian dari budaya di Jepara. Seni ukir, tambah Hadi, sudah mengemuka sejak masa lalu ketika Jepara merupakan kota perdagangan yang ramai.

Bahkan, ungkapnya, singgasana Ratu Shima pada abad ke-6 terbuat dari gading gajah yang berukir. Selain itu pada masa Ratu Kalinyamat (1559) membangun Masjid Mantingan yang dipenuhi dengan ornamen ukiran.

“Saya kira itu artefak ukir yang cukup tua,” ujarnya.

Menghilangnya muatan lokal seni ukir dari kurikulum wajib, menurut Hadi, mempercepat hilangnya generasi yang mahir mengukir di Jepara.
“Lulusan SMK ukir saat ini belum bisa mengukir,” tambah Hadi.

Menurut Hadi, dalam upaya pelestarian seni ukir kita harus melakukan dengan sungguh-sungguh.

Selain itu, tambah dia, diperlukan sinergi antar-para pemangku kepentingan untuk meningkatkan kualitas dan keahlian ukir masyarakat.

Menghidupkan budaya cinta seni ukir bagi generasi muda melalui pendidikan, ujar Hadi, merupakan langkah penting untuk mendorong regenerasi pengukir di masa depan.

Muhammad Jamhari mengungkapkan pelaksanaan JIFBW 2025 di Jepara dapat dilihat dari dua sisi yaitu sisi budaya dan sisi pasar/bisnis.

Menurut Jamhari, bagaimana pun upaya alamiah untuk pengembangan seni ukir dengan membuat produk ukir yang bisa memenuhi kebutuhan pasar.

Saat ini, tambah dia, seni ukir Jepara menghadapi tantangan karena selera konsumen berubah. Di sisi lain, pelaku industri masih kaku dengan memanfaatkan strategi lama.

Menurut dia, berbagai upaya memperkenalkan produk ukir Jepara lewat pameran dilakukan sejak 2010.

Berbagai konsep pameran, tambah Jamhari, diterapkan mulai dari pameran luring dan daring, sampai menyediakan meeting point bagi para calon pembeli dari luar negeri.

Sutrisno berpendapat, strategi penguatan seni ukir Jepara melalui pendidikan dan pemberian insentif diakuinya cukup sulit. Karena generasi muda, tambah Sutrisno, saat ini kurang memiliki rasa ingin tahu terhadap ukir Jepara.

Even-even yang menampilkan hasil karya para pengukir, jelasnya, harus terus diperluas untuk menarik minat masyarakat terhadap seni ukir Jepara. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2025/03/12/pengembangan-dan-pelestarian-seni-ukir-jepara-menjadi-tanggung-jawab-bersama/feed/ 0
Peningkatan Literasi Keuangan Masyarakat Harus Jadi Prioritas https://partainasdem.id/2025/01/15/peningkatan-literasi-keuangan-masyarakat-harus-jadi-prioritas/ https://partainasdem.id/2025/01/15/peningkatan-literasi-keuangan-masyarakat-harus-jadi-prioritas/#respond Wed, 15 Jan 2025 12:18:08 +0000 https://nasdem.net/?p=52250 JAKARTA (15 Januari): Peningkatan literasi dan inklusi keuangan masyarakat harus menjadi salah satu prioritas dalam pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Belakangan ini banyak sekali pemberitaan terkait masalah keuangan yang dialami masyarakat, yang kalau ditelisik disebabkan kurangnya pengetahuan masyarakat tentang keuangan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Literasi dan Inklusi Keuangan di Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (15/1/2025).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Friderica Widyasari Dewi (Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan/OJK); Sekar Utami Setiastuti (Dosen Ekonomi Universitas Gadjah Mada); Romlawati (Co Director Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga/PEKKA); dan Benaya Ryamizard Harobu (Koperasi Indonesia Baru) sebagai narasumber.

Hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pada 2024 yang dilakukan OJK dan Badan Pusat Statistik (BPS), kata Lestari, menunjukkan indeks literasi keuangan penduduk Indonesia sebesar 65,43% dan indeks inklusi keuangan sebesar 75,02%.

Bila dibandingkan dengan negara tetangga, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, indeks literasi keuangan penduduk Indonesia relatif rendah.

Rerie berpendapat, literasi keuangan adalah keterampilan penting untuk memberdayakan masyarakat sehingga perlu gerakan agar bisa meningkatkan capaian literasi keuangan masyarakat yang lebih tinggi lagi.

Anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu berpendapat, perluasan literasi keuangan masyarakat antara lain dapat dilakukan melalui program digital, pengembangan infrastruktur keuangan, serta kolaborasi antara pemerintah dan lembaga keuangan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar pemahaman dan akses masyarakat terhadap layanan keuangan yang lebih inklusif harus diperluas demi peningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Friderica Widyasari Dewi menyatakan, literasi keuangan merupakan hal yang sangat penting di era globalisasi. Literasi adalah kunci bagi masyarakat dalam pengelolaan keuangan.

Literasi tidak hanya membuat orang memahami, lebih dari itu harus mampu mengelola keuangan yang akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.

Saat ini, ungkap Friderica, OJK mendapat mandat baru terkait perdagangan derivatif dan crypto, yang menuntut pemahaman yang baik oleh masyarakat agar tidak terpapar penipuan keuangan.

Dia mengungkapkan, pihaknya mencatat dalam rentang 2022-2023 kerugian masyarakat akibat penipuan keuangan scam dan fraud mencapai Rp2,5 triliun.

Sekar Utami Setiastuti menilai peningkatan literasi keuangan masyarakat penting untuk dilakukan sehingga perlu upaya pengintegrasian dengan layanan pendidikan umum.

Rendahnya literasi keuangan masyarakat, jelas Sekar, sangat terkait dengan kondisi kehidupan keseharian masyarakat seperti di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) dengan tingkat pendidikan rendah.

Diakui Sekar, upaya peningkatan literasi keuangan yang dilakukan OJK, seperti pemberdayaan UMKM dan ibu-ibu rumah tangga melalui pembukaan akses keuangan sudah tepat.

Menurut dia, literasi keuangan masyarakat yang rendah berpotensi membebani pemerintah di masa depan.

Bila bonus demografi kita hilang akan menyebabkan peningkatan beban sosial yang harus diatasi pemerintah,” tegasnya.

Romlawati menjelaskan, berdasarkan data BPS 2019 tercatat jumlah perempuan kepala keluarga 15,46% dari populasi di Indonesia.

Menurut Romlawati, perempuan kepala keluarga yang dikoordinirnya berada pada kelompok masyarakat miskin, karena 16% anggota Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) tidak tamat SD, 13% tidak pernah sekolah, dan 16% tidak bisa membaca.

Dua upaya yang dilakukan PEKKA, jelas Romlawati, bagaimana kesadaran literasi keuangan dibangun pada komunitas masyarakat dan membangun koperasi untuk menyediakan akses keuangan bagi ibu-ibu anggota PEKKA, sehingga mampu berusaha.

Benaya Ryamizard Harobu mengungkapkan, Koperasi Indonesia Baru dibangun dengan menghimpun pendanaan dari para generasi muda. Aktivitasnya pun sangat terkait dengan kegiatan para pemuda. Antara lain platform online untuk bioskop online yang memutar film bioskop dengan tarif suka rela.

Upaya itu, jelas Benaya, agar bioskop warga, layar tancap, dan jasa pembuatan film menjadi salah satu kegiatan produksi dari koperasi yang dikelola anak muda.

Keterlibatan anak muda dalam pengelolaan koperasi, tambahnya, sekaligus dapat meningkatkan literasi keuangan bagi generasi muda.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat melek keuangan intinya adalah bagaimana kita mampu mengelola keuangan dengan baik. Semakin banyak jumlah warga yang melek literasi keuangan, akan membantu pertumbuhan ekonomi negaranya.

Masyarakat Jepang, ungkap Saur, sejatinya memiliki kebiasaan menabung yang baik. Namun, karena populasi warga Jepang didominasi warga berusia di atas 65 tahun, jumlah tabungannya pun relatif rendah.

Menurut Saur, bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia akan menjadi bumerang, bila warganya tidak memiliki budaya menabung dengan literasi keuangan yang memadai. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2025/01/15/peningkatan-literasi-keuangan-masyarakat-harus-jadi-prioritas/feed/ 0
Segera Selamatkan Situs Patiayam dari Ancaman Pengrusakan https://partainasdem.id/2024/12/04/segera-selamatkan-situs-patiayam-dari-ancaman-pengrusakan/ https://partainasdem.id/2024/12/04/segera-selamatkan-situs-patiayam-dari-ancaman-pengrusakan/#respond Wed, 04 Dec 2024 14:11:22 +0000 https://nasdem.net/?p=51689 JAKARTA (4 Desember): Ancaman terhadap situs Patiayam, Kudus, Jawa Tengah semakin nyata. Semua pihak harus mengambil langkah segera untuk menyelamatkan peninggalan peradaban manusia itu.

Banyak penggali liar yang tidak bertanggung jawab berburu fosil-fosil purbakala untuk diperjualbelikan. Ini merupakan ancaman yang nyata terhadap peninggalan bersejarah kita,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka Focus Group Discussion (FGD) MPR RI bertema Situs Patiayam Menuju Cagar Budaya Nasional yang diselenggarakan secara hybrid bersama Forum Diskusi Denpasar 12 dan Center for Prehistory and Austronesian Studies (CPAS), di Ruang Delegasi, Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (4/12).

Diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Fadli Zon (Menteri Kebudayaan RI), Ismunandar (Duta Besar RI untuk UNESCO), Harry Truman Simanjuntak (Pendiri dan Ketua CPAS), dan Marlon Ramon Nicolay Ririmase (Kepala Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Maritim dan Budaya Berkelanjutan /PR ALMBB, Badan Riset dan Inovasi Nasional /BRIN) sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Siti Nurbaya Bakar (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Periode 2014-2024), Wiwin Djuwita Ramelan (Ketua Dewan Pengawas Perkumpulan Ahli Arkeologi Indonesia/IAAI), dan Atang Irawan (Pakar Hukum Tata Negara Universitas Pasundan) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, situs Patiayam merupakan situs yang kaya dan lengkap yang merupakan bagian gambaran peradaban di masa lalu. Permasalahan yang ada di situs tersebut harus segera diatasi.

Rerie yang juga anggota Komisi X DPR dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu mendorong para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah bersama-sama melestarikan dan mengelola situs Patiayam dengan tata kelola yang benar.

Masyarakat di sekitar situs Patiayam, tambah Rerie, bisa mendapatkan manfaat dari keberadaan situs tersebut.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berpendapat, upaya untuk meningkatkan status situs Patiayam menjadi situs cagar budaya nasional harus mampu diwujudkan sebagai bagian upaya pelestarian dan peninggalan peradaban bangsa.

Harry Truman Simanjuntak mengungkapkan, situs Patiayam merupakan salah satu situs hominid khas yang dimiliki Indonesia. Biasanya, situs hominid berada di kawasan dekat aliran sungai, tetapi situs Patiayam tidak ada sungai di sekitarnya.

Saat ini, tambah dia, baru situs Sangiran yang merupakan cagar budaya nasional, sedang situs Trinil sedang dalam proses.

Bisa dikatakan baru satu setengah situs hominid yang menjadi cagar budaya nasional. Saya berharap situs Patiayam segera menjadi cagar budaya nasional,” ujar Truman.

Hal itu, tegas dia, harus diwujudkan karena situs Patiayam memiliki banyak keunikan. Antara lain, menyatu dengan Gunung Muria dan tidak dilalui sungai besar.

Selain itu, jelas Truman, proses sedimentasi di kawasan Patiayam terbilang lemah, sehingga mempermudah upaya penelitian.

Di sisi lain, ujar Truman, kondisi lingkungan kawasan Patiayam saat ini sangat mengenaskan dan gersang dengan tingkat erosi tinggi, sehingga perlu segera dilakukan upaya pelestarian lingkungan untuk melindungi fosil-fosil purbakala yang ada di dalamnya.

Penetapan situs Patiayam sebagai cagar budaya nasional, tegas Truman, penting untuk segera diwujudkan sehingga situs tersebut dapat berperan sebagai bagian pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan, pendidikan, dan sejarah peradaban manusia.

Ismunandar menjelasakan, sejatinya peningkatan status situs Patiayam sebagai cagar budaya nasional relatif mudah. Sejak 2019 sudah ada surat keputusan gubernur yang menyatakan situs Patiayam merupakan cagar budaya provinsi, sehingga tinggal diajukan saja untuk ditetapkan di tingkat nasional.

Setelah berstatus cagar budaya nasional, Ismunandar menyarankan agar situs Patiayam juga diajukan sebagai warisan budaya dan warisan alam dunia.

Ismunandar mengungkapkan, saat ini sudah ada 10 warisan budaya dan alam Indonesia yang dicatatkan sebagai warisan budaya dunia di UNESCO, antara lain dalam bentuk geopark.

Warisan dunia tersebut harus kita pelihara dengan baik,” ujarnya.

Menurut Ismunandar, ada potensi yang bisa dimanfaatkan dari status geopark dunia UNESCO pada sejumlah situs purbakala yang kita miliki.

Marlon Ramon Nicolay Ririmase mengungkapkan ancaman terhadap situs-situs warisan budaya nasional juga menjadi perhatian BRIN.

Marlon menilai dampak pemberian status cagar budaya provinsi terhadap situs Patiayam yang telah ditetapkan lima tahun lalu, belum terlihat secara signifikan. Oleh karena itu penting dilakukan kolaborasi riset antardaerah untuk menyelamatkan sejumlah situs purbakala di Tanah Air.

Diakui Marlon, riset-riset yang dimiliki BRIN tentang situs Patiayam sudah cukup banyak sehingga untuk mengajukan status cagar budaya nasional peluangnya sangat besar.

Kendala-kendala administrasi dalam proses pengajuan status cagar budaya nasional situs Patiayam harus segera diatasi,” ujar Marlon.

Siti Nurbaya Bakar berpendapat setiap landscape punya nyawa, dan dia percaya situs Patiayam memiliki potensi dari sisi budaya, pendidikan, dan ilmu pengetahuan.

Upaya untuk mengangkat situs Patiayam ke tingkat internasional, menurut Nurbaya, sangat relevan melihat sejumlah potensi yang dimilikinya.

Nurbaya meyakini upaya untuk meningkatkan status situs Patiayam menjadi cagar budaya nasional dapat direalisasikan dan bisa diajukan menjadi geopark warisan dunia.

Situs Patiayam, jelasnya, juga bisa menjadi pusat pertumbuhan di Jawa Tengah yang tingkat kemiskinannya harus dientaskan.

Ia menambahkan, selain mengajukan status cagar budaya nasional, situs Patiayam juga memadai untuk diajukan sebagai geopark warisan dunia.

Wiwin Djuwita Ramelan menilai ada sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam pengajuan status cagar budaya nasional pada situs Patiayam. Antara lain, penetapan status cagar budaya nasional harus berjenjang, sehingga untuk status Patiayam perlu proses penetapan status kawasan di tingkat kabupaten terlebih dahulu.

Wiwin berharap ada diskresi dalam proses pengajuan status situs Patiayam dengan alasan kawasan tersebut terancam pengrusakan.

Menurut Wiwin, kita biasa menjalankan suatu program di atas peta semata, bukan di atas tanah. Hal itu, mengakibatkan banyak protes dari masyarakat ketika penetapan zonasi cagar budaya nasional dilakukan di suatu wilayah.

Kondisi tersebut harus diwaspadai dalam penetapan zonasi. Jangan sampai keinginan kita mewujudkan cagar budaya melanggar etika kemanusiaan,” tegasnya.

Rencana induk pengembangan kawasan cagar budaya nasional, tambahnya, harus benar-benar dikaji agar tidak menimbulkan konflik.

Fadli Zon berpendapat dari sisi substansi, situs Patiayam sangat layak untuk menjadi cagar budaya nasional. Kondisi situs Patiayam sama dengan banyak situs lain yang terkendala administrasi dalam pengajuan menjadi cagar budaya nasional.

Fadli menegaskan pihaknya sangat mendukung proses pengajuan status situs Patiayam menjadi cagar budaya nasional.

Kita perlu bekerja bersama untuk menjawab berbagai permasalahan yang ada,” ujarnya.

Atang Irawan menyatakan, proses pengajuan situs Patiayam sebagai cagar budaya nasional terkendala belum ditetapkannya kawasan Patiayam sebagai situs purbakala di tingkat kabupaten, baik di Kabupaten Kudus maupun Kabupaten Pati.

Menurut Atang, gagasan omnibus law kebudayaan yang disampaikan Menteri Kebudayaan merupakan langkah yang menarik.

Pasalnya, jelas Atang, pengaturan secara hukum terkait kebudayaan melibatkan banyak kementerian/lembaga, sehingga layak untuk menerapkan omnibus law di bidang kebudayaan.

Wartawan senior, Usman Kansong mengungkapkan Eduardo Galeano, sastrawan Uruguay menegaskan sejarah tidak benar-benar mengucapkan selamat tinggal. Sejarah selalu mengucapkan sampai jumpa.

Usman berharap, upaya menjadikan situs Patiayam menjadi cagar budaya nasional dapat melestarikan peninggalan sejarah bangsa Indonesia. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/12/04/segera-selamatkan-situs-patiayam-dari-ancaman-pengrusakan/feed/ 0
Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan Butuh Komitmen Kuat Semua Pihak https://partainasdem.id/2024/11/20/penghapusan-kekerasan-terhadap-perempuan-butuh-komitmen-kuat-semua-pihak/ https://partainasdem.id/2024/11/20/penghapusan-kekerasan-terhadap-perempuan-butuh-komitmen-kuat-semua-pihak/#respond Wed, 20 Nov 2024 12:15:12 +0000 https://nasdem.net/?p=51378 JAKARTA (20 November): Upaya penghapusan tindak kekerasan terhadap perempuan menuntut komitmen kuat semua pihak demi mewujudkan amanat konstitusi untuk melindungi dan menjamin hak hidup setiap warga negara.

Membiarkan kekerasan terhadap perempuan terus terjadi, sama saja mengancam kehidupan satu generasi. Langkah-langkah konkret harus segera diambil untuk mencegah dan menghapuskan tindak kekerasan terhadap perempuan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Darurat Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, yang diselenggarakan Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (20/11).

Diskusi yang dimoderatori Nur Amalia (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Agung Budi Santoso (Asisten Deputi Bidang Perumusan Kebijakan Perlindungan Hak Perempuan, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI), Brigjen Pol. Desy Andriani (Direktur Tindak Pidana PPA dan PPO, Bareskrim Polri), dan Siti Aminah Tardi (Komisioner Komnas Perempuan/Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Devi Anggraini (Ketua Umum Persekutuan Perempuan Adat Nusantara/PEREMPUAN AMAN) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, sejumlah peraturan perundangan dan aturan pelaksana pencegahan tindak kekerasan sudah tersedia, tetapi para pelaksananya belum bisa bekerja secara maksimal.

Akibatnya, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, angka kasus kekerasan terhadap perempuan per Juli 2024 berdasarkan catatan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mencapai 12.576 kasus.

Peringatan Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di seluruh dunia pada 25 November mendatang, tambah Rerie, bisa dimanfaatkan sebagai momentum untuk memperbaharui komitmen para pemerhati masalah perempuan, para pendukung, dan pemangku kebijakan untuk konsisten mewujudkan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.

Selain itu, ujar Rerie, momentum kampanye 16 hari penghapusan kekerasan terhadap perempuan juga bisa dimanfaatkan untuk meminta pertanggungjawaban para aktor kunci dan pemangku kepentingan untuk konsisten mendukung berbagai upaya mengakhiri berbagai siklus kekerasan.

Apalagi, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR, saat ini juga terjadi kekerasan berbasis gender secara daring yang juga menyasar perempuan.

Rerie juga mengingatkan bahwa kekerasan terhadap perempuan kerap terjadi di lingkungan terdekat dengan relasi kuasa tertentu, yang biasanya berakhir damai sehingga korban tidak mendapatkan keadilan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar negara harus segera mengambil peran untuk menjamin hak hidup, keamanan, dan kebebasan setiap warga negara yang merupakan amanat konstitusi kita.

Siti Aminah Tardi mengungkapkan, pihaknya merupakan lembaga negara independen yang diamanatkan untuk menegakkan hak asasi perempuan Indonesia.

Diakui Siti, berdasarkan pelaporan masyarakat yang diterima Komnas Perempuan, pada ranah personal kekerasan secara psikis mendominasi kekerasan terhadap perempuan. Sementara di ranah publik, kekerasan seksual mendominasi kekerasan terhadap perempuan.

Menurut Siti, bentuk kekerasan terhadap perempuan yang mendominasi pada 2023, yaitu kekerasan psikis, seksual, fisik, dan ekonomi.

Saat ini, ungkap Siti, muncul fenomena femisida, yaitu kekerasan berbasis gender terhadap perempuan yang berakhir dengan kematian. Sebagai contoh, penganiayaan yang dilakukan suami atau pacar menyebabkan kematian.

Selain itu, ujar dia, negara juga berpotensi menjadi pelaku kekerasan terhadap perempuan, melalui kebijakan dan aturan yang diterapkan.

Kebijakan yang menimbulkan kerusakan sumber daya alam, misalnya, tambah Siti, bisa memicu tindak kekerasan terhadap perempuan.

Kondisi tersebut, tambah Siti, menyebabkan kompleksitas kasus kekerasan terhadap perempuan. Sementara itu, upaya penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan masih terfokus pada pemenuhan aturan hukum dan kelembagaan hukum yang mendukung.

Selain itu, ungkapnya, dukungan pemerintah daerah belum optimal dalam penanganan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan.

Desy Andriani mengakui baru 30%-40% kasus kekerasan terhadap perempuan dapat diselesaikan. Pihaknya saat ini sedang melakukan penataan secara kelembagaan dalam upaya membangun pelayanan dan penanganan yang lebih baik terkait kasus kekerasan terhadap perempuan.

Kami terus berupaya memberikan solusi dalam setiap penanganan kasus. Feminisida merupakan tantangan yang harus kami hadapi,” ujarnya.

Selain itu, tambah Desy, perempuan berhadapan dengan hukum juga harus mendapatkan perhatian yang serius dalam penanganannya, sesuai dengan hukum yang berlaku.

Diakui Desy, pihaknya membutuhkan data yang terintegrasi terkait tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam upaya peningkatan penanganan kasus.

Agung Budi Santoso mengungkapkan perlindungan terhadap perempuan dan anak dari tindak kekerasan merupakan langkah yang penting. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik pada 2023, jumlah perempuan tercatat 49,92% dan jumlah anak 32,03% dari populasi penduduk yang ada.

Agung menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen untuk menegakkan dan melindungi hak-hak dasar perempuan. Apalagi, kesetaraan gender dan penguatan peran perempuan menjadi salah satu fokus perhatian dari Pemerintahan Prabowo-Gibran.

Upaya sinkronisasi peraturan perundangan yang ada, menurut Agung, perlu dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih yang berpotensi menghambat upaya perlindungan dan penanganan kasus.

Pekerjaan rumah yang sedang dikerjakan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak saat ini, ungkap Agung, antara lain terkait ketersediaan sarana dan prasarana kelembagaan di tingkat/wilayah yang paling kecil agar mampu menjangkau layanan perlindungan perempuan dan anak yang lebih luas.

Devi Anggraini mengatakan tindak kekerasan terhadap perempuan di ranah personel, publik, dan negara, secara umum berbentuk kekerasan psikis dan fisik.

Berdasarkan identifikasi pihaknya, ujar Devi, banyak tindak kekerasan terhadap perempuan adat yang tidak muncul ke permukaan.

Faktanya, ungkap dia, terjadi penghancuran pada lingkungan sumber daya alam perempuan adat untuk pemenuhan kebutuhan pangan dan energi negara.

Diakui Devi, 90% wilayah adat mengalami perubahan drastis yang berdampak perubahan pada sumber daya alam yang menyebabkan kemiskinan, karena masyarakat adat kehilangan pekerjaan tradisional.

Kemiskinan, tambah dia, memicu terjadinya praktik perdagangan orang dan perbudakan terselubung yang menimpa perempuan adat.

Lambat laun, tegas Devi, pengetahuan yang dimiliki perempuan adat pun hilang akibat perubahan lingkungan.

Menurut Devi, perempuan adat membutuhkan perlindungan yang menyeluruh dalam menjalankan keseharian mereka.

Devi sangat berharap RUU Masyarakat Hukum Adat segera menjadi undang-undang agar mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat adat dari berbagai ancaman tindak kekerasan.

Wartawan senior Saur Hutabarat bertanya, ‘Apakah perempuan saat ini masih merasa aman di ruang publik bila beraktivitas di tengah malam?’

Keraguan yang muncul itu, menurut Saur, harus segera diatasi oleh pemerintah dengan memberi kepastian kepada publik melalui pemasangan kamera pengawas (CCTV) di kawasan-kawasan yang rawan tindak kekerasan.

Pada transportasi publik seperti di LRT dan Transjakarta, ujar Saur, sudah dilengkapi dengan CCTV yang memberi rasa aman bagi penumpang.

Saur berpendapat, di Jakarta saat ini lebih mudah menemukan polisi yang bertugas di kawasan ganjil-genap daripada polisi yang bertugas di titik-titik rawan tindak kekerasan.

Dia berharap, pemerintah mampu memberikan rasa aman bagi setiap masyarakat melalui berbagai upaya pencegahan yang sistematis terhadap ancaman berbagai tindak kekerasan. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/11/20/penghapusan-kekerasan-terhadap-perempuan-butuh-komitmen-kuat-semua-pihak/feed/ 0
Optimisme dan Kewaspadaan Modal Penting Dorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional https://partainasdem.id/2024/11/06/optimisme-dan-kewaspadaan-modal-penting-dorong-pertumbuhan-ekonomi-nasional/ https://partainasdem.id/2024/11/06/optimisme-dan-kewaspadaan-modal-penting-dorong-pertumbuhan-ekonomi-nasional/#respond Wed, 06 Nov 2024 13:26:57 +0000 https://nasdem.net/?p=50988 JAKARTA (6 November): Optimisme diperlukan untuk merealisasikan target pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan pemerintahan baru. Namun, langkah antisipasi juga harus dipersiapkan untuk menghadapi tantangan yang datang.

Kita berangkat dari sebuah kondisi di mana kepemimpinan baru yang terpilih mendapatkan kepercayaan yang besar dari masyarakat. Ini merupakan modal yang baik untuk mengambil langkah-langkah ke depan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Prospek Perekonomian Indonesia Tahun 2025, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, di Jakarta, Rabu (6/11).

Diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Ni Made Sukartini (Ketua Program Studi Magister Ekonomi Kesehatan Universitas Airlangga) dan David Sumual (Kepala Ekonom, PT Bank Central Asia) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Shohibul Imam (anggota Komisi XI DPR RI), Sonny Y. Soeharso (Wakil Sekretaris Dewan Pakar Partai NasDem), dan Muchamad Ghufron (Deputy Editor In Chief CNBC Indonesia) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, dalam pidato perdana Presiden Prabowo pada 20 Oktober lalu menyebutkan empat poin penting yang menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional, yaitu swasembada pangan, swasembada energi, pembenahan subsidi, dan hilirisasi.

Realisasi sejumlah program tersebut, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, dinilai sejumlah pihak akan menuju ke arah perbaikan ekonomi di masa datang.

Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, juga mengungkapkan pada akhir September lalu, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia sekitar 4,8%-5,6% pada 2025.

Optimisme tersebut, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, sejatinya merupakan modal yang baik untuk menggerakkan ekonomi nasional di tengah sejumlah tantangan yang ada.

Rerie berharap sejumlah tantangan di sektor ekonomi tidak menjadi penghalang langkah kita untuk mencapai tujuan mewujudkan masyarakat yang adil, Makmur, dan sejahtera.

Optimisme diperlukan dalam mengupayakan pertumbuhan ekonomi, tetapi jangan lupa mempersiapkan langkah antisipasi sambil terus berproses mencari solusi untuk menjawab tantangan yang dihadapi,” ujarnya.

David Sumual mengungkapkan, perekonomian Indonesia masih dipengaruhi oleh dinamika global seperti hasil Pemilu Amerika Serikat dan melambatnya perekonomian Tiongkok.

Menurut David, saat ini dunia masih penuh ketidakpastian, antara lain diwarnai utang Amerika Serikat yang mencapai 120% PDB dan konflik geopolitik di sejumlah kawasan.

Ia berpendapat, pertumbuhan ekonomi Indonesia tidak bisa mengandalkan tabungan domestik semata, bila ingin mencapai pertumbuhan di atas 5%.

Kalau perekonomian Indonesia mau tumbuh 6%-7% harus mampu menyerap investasi asing 3-4 kali lipat lebih besar daripada tahun ini,” tegas David.

Sangat disayangkan, tambah David, yang terjadi di Indonesia saat ini malah terjadi deindustrialisasi. Sementara itu, ujar dia, di negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, malah mengalir investasi asing ke dalam negeri di sejumlah sektor.

David berharap pada 10-15 tahun mendatang bonus demografi yang kita miliki dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

Ni Made Sukartini mengungkapkan prioritas aktivitas ekonomi yang diambil pemerintah berbeda dengan prioritas aktivitas ekonomi individu, rumah tangga, dan perusahaan.

Upaya pemerintah untuk mencapai sejumlah target yang dicanangkan, jelas Ni Made, mendorong peningkatan belanja yang memicu kondisi negara mengalami defisit anggaran.

Dia berharap, kebijakan anggaran dengan pengeluaran yang lebih tinggi pada 10 tahun terakhir dapat mendorong penyerapan tenaga kerja dan pendapatan rumah tangga untuk meningkatkan daya beli.

Upaya pemerintahan baru untuk mewujudkan swasembada pangan melalui ekstensifikasi pertanian, menurut Ni Made, harus dicermati dari sisi kapasitas masyarakat di luar Jawa dalam menanam padi.

Di masa Orde Baru, ujarnya, upaya ekstensifikasi pertanian di luar Jawa didahului dengan program transmigrasi dari Jawa ke daerah tujuan di luar Jawa.

“Ada proses asimilasi budaya dalam hal menanam padi dari masyarakat Jawa ke masyarakat tujuan transmigrasi, yang merupakan bagian dari terealisasinya swasembada pangan di masa itu,” ujarnya.

Jadi, tegas Ni Made, catatan untuk upaya ekstensifikasi pertanian di luar Jawa harus disiapkan terlebih dahulu tenaga kerja yang memiliki kompetensi yang tepat untuk mewujudkan swasembada pangan.

Shohibul Imam menambahkan, pertumbuhan perekonomian global saat ini melambat.

Berdasarkan pengamatannya terhadap pidato Presiden Prabowo pada saat mengucapkan sumpah jabatan, terkandung optimisme dalam mewujudkan sejumlah program.

Menurut dia, optimisme itu penting untuk mencapai target pertumbuhan 8% yang dicanangkan pemerintahan Presiden Prabowo.

Berdasarkan pengamatan Shohibul, arah kebijakan ekonomi pemerintahan baru adalah ekonomi kerakyatan dengan adanya rencana penghapusan utang macet di sektor UMKM.

Sonny Y. Soeharso berpendapat, dalam upaya menyukseskan sejumlah program andalan pemerintahan baru harus perhatikan kesesuaiannya dengan postur anggaran yang ada.

Prioritas program dan postur anggaran itu harus sesuai, sehingga diperlukan juga politik anggaran yang tepat,” ujar Sonny.

Menurut dia, bila penanganan sektor ekonomi nasional hanya biasa saja, pertumbuhan ekonomi hanya sekitar 5%.

Perlu kebijakan, strategi, dan program kerja yang tepat agar kita mampu merealisasikan pertumbuhan ekonomi 7%-8%,” tambah dia.

Sonny menyarankan pemerintah mendorong peningkatan keterampilan tenaga kerja yang dibutuhkan pasar global, sebagai bagian upaya untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi nasional.

Muchamad Ghufron mengakui Indonesia sangat lemah dalam menarik investor asing di sektor teknologi dan turunannya. Para calon investor, menurut Ghufron, banyak mengeluhkan kesulitan mendapatkan kemudahan investasi dan pembebasan lahan. Karena sulit, para investor itu pun memilih Johor, Malaysia untuk membangun pabrik.

Ghufron menyarankan agar pemerintah berupaya merevisi sejumlah peraturan yang menghambat investasi.

Di sisi lain, jelasnya, terkait impor, kebijakan yang diambil pemerintah terkesan sangat terbuka seperti di sektor industri tekstil dan fashion, serta produk turunannya.

Untuk impor harus menciptakan kebijakan yang melindungi produk lokal,” ujarnya.

Wartawan senior Saur Hutabarat sependapat untuk merealisasikan pertumbuhan ekonomi di atas 5%, pemerintah harus mampu meningkatkan 3-4 kali lipat investasi langsung ke dalam negeri.

Untuk merealisasikan hal itu, ujarnya, pemerintah harus belajar dari Singapura yang sangat disukai para investor. Di Singapura, investor dan pengusaha lokal mendapatkan perlakuan yang sama.

Di Indonesia, jelas Saur, untuk memasuki kawasan wisata Candi Borobudur saja kita memberlakukan harga tiket yang berbeda antara wisatawan asing dan domestik.

Jadi kita hidup di lingkungan global, tetapi kita tidak bisa berlaku global. Untuk masuk kawasan Candi Borobudur saja ada diskriminasi harga tiket antara wisatawan asing dan domestik,” ujarnya.

Menurut Saur, modal atau kapital itu tidak mengenal warga negara. Jadi, tegasnya, bila kita memberi perlakuan yang berbeda terhadap investor asing, pasti mereka lari ke negara lain. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/11/06/optimisme-dan-kewaspadaan-modal-penting-dorong-pertumbuhan-ekonomi-nasional/feed/ 0
Keberlangsungan Industri Media Butuh Dukungan Negara https://partainasdem.id/2024/10/30/keberlangsungan-industri-media-butuh-dukungan-negara/ https://partainasdem.id/2024/10/30/keberlangsungan-industri-media-butuh-dukungan-negara/#respond Wed, 30 Oct 2024 07:51:39 +0000 https://nasdem.net/?p=50842 JAKARTA (30 Oktober): Tantangan yang dihadapi industri media saat ini menuntut sikap pemerintah yang tepat sebagai bagian upaya mewujudkan perlindungan kepada setiap warga negara.

Skema yang relevan melalui kebijakan yang mampu melindungi industri media agar mampu mempertahankan hidup dan kualitas produknya, harus diwujudkan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat memberi sambutan pada diskusi daring bertema Gelombang PHK di Industri Media yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Jakarta, Rabu (30/10).

Diskusi yang dimoderatori Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Prabunindya R. Revolusi (Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital RI), Totok Suryanto (anggota Dewan Pers), Nany Afrida (Ketua Umum Aliansi Jurnalis Independen/AJI), dan Revolusi Riza Zulverdi (Wakil Pemimpin Redaksi CNN Indonesia) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Amelia Anggraini (anggota Komisi I DPR RI) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, tantangan yang dihadapi industri media saat ini cukup kompleks antara lain harus bersaing dengan influencer, kompleksitas regulasi, dan kue iklan yang semakin banyak diperebutkan sejumlah pihak.

Pola industri media berubah, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, model bisnis juga harus berubah.

Perubahan pola industri media, imbuh Rerie, adalah sebuah keniscayaan. Beberapa tahun lalu, tambahnya, surat kabar di dunia sudah diprediksi akan mati dan saat ini televisi pun sudah bukan pilihan utama bagi masyarakat untuk mengonsumsi berita.

Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu berpendapat, kondisi tersebut harus menjadi perhatian bersama, bukan hanya pemerintah.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mendorong agar skema untuk melindungi keberlangsungan industri media di Tanah Air dapat segera diwujudkan.

Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Digital RI, Prabunindya R. Revolusi mengungkapkan media mainstream saat ini tidak dalam kondisi baik-baik saja.

Di sisi lain, ujar Prabu, sapaan akrab Prabunindya, media mainstream tetap dituntut meningkatkan kualitas produknya.

Media mainstream, tambah Prabu, saat ini berhadapan dengan persaingan dengan produk-produk media digital yang marak.

Ia berharap dua entitas media itu bisa sama-sama melakukan kerja-kerja jurnalistik untuk memastikan demokrasi di Indonesia tetap berjalan dengan baik.

Menurut Prabu, upaya untuk mewujudkan hal itu bisa dilakukan dengan pendekatan transformatif agar media mainstream bisa memanfaatkan disrupsi digital sebagai peluang.

Prabu mengakui upaya transformasi digital bagi media mainstream merupakan bagian dari tugas negara sehingga ruang publik dapat diisi dengan informasi yang terverifikasi dengan baik.

Anggota Dewan Pers, Totok Suryanto berpendapat isu gelombang PHK di Industri Media  merupakan dampak disrupsi industri media. Kondisi yang dihadapi industri media banyak angle negatifnya karena padat karya dan padat modal.

Namun, ujar dia, anak-anak muda saat ini hanya bermodal HP bisa memproduksi informasi ringan dan konten itu diikuti sampai tiga juta orang.

Media mainstream, tambah Totok, bekerja dengan tata kelola yang bisa dipertanggungjawabkan. Iklan dan redaksi keduanya harus bisa dikelola dengan baik.

Negara, jelas Totok, diharapkan mampu mendorong swasta untuk beriklan pada media mainstream agar keempat fungsinya sebagai penyampai informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial, dapat berjalan dengan baik.

Pilar ke-4 demokrasi harus tetap ditegakkan untuk menjalankan fungsi kontrol berjalannya demokrasi,” ujarnya.

Totok berharap negara bisa mencari formula yang tepat agar iklan swasta dan pemerintah dapat menghidupkan kembali media mainstream.

Ketua Umum AJI, Nany Afrida mengungkapkan kondisi jurnalis saat ini sangat memprihatinkan, sudah jatuh tertimpa tangga di tengah meredupnya industri media.

Diakui Nany persepsi bahwa profesi jurnalis itu murah, berdampak pada penghargaan terhadap jurnalis itu sendiri.

Sebanyak 30% jurnalis di Indonesia berpenghasilan di bawah UMR,” ujarnya.

Organisasi AJI, tegas Nany, berjuang menegakkan kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis dalam menjalankan aktivitasnya.

Menurut Nany, AJI selalu berupaya agar para jurnalis memiliki sisi tawar yang seimbang dengan para pemilik media.

Wakil Pemimpin Redaksi CNN Indonesia, Revolusi Riza Zulverdi mengungkapkan saat ini CNN Indonesia sedang menghadapi masa-masa sulit.  Sejak 2020 ketika pandemic sampai sekarang,  kondisinya belum membaik.

Kami masih mencari titik keseimbangan baru,” ujar Revo, sapaan akrab Revolusi Riza.

Untuk menghadapi kondisi saat ini, Revo menilai belum diperlukan untuk merevisi UU Pers. Karena, jelas dia, UU Pers isinya filosofis.

Kita harus mampu menjamin esensi kemerdekaan pers bisa tetap ditegakkan di Indonesia,” ujarnya.

Industri media, tambah Revo, harus mampu melakukan adaptasi dengan kondisi yang dihadapi saat ini dengan ekosistem yang lebih fair.

Anggota Komisi I DPR RI, Amelia Anggraini, berpendapat untuk menghadapi gelombang PHK pada industri media harus segera diambil langkah strategis yang berkelanjutan.

Menurutnya, upaya revisi UU Penyiaran harus ditujukan untuk menjawab perkembangan yang terjadi saat ini sebagai bagian langkah untuk melindungi industry media.

Dalam proses tersebut, jelas Amelia, peran pemerintah penting dalam membuat regulasi yang adaptif sehingga media dapat bersaing  secara sehat dan melindungi media lokal yang seringkali kalah bersaing dengan media global.

Staf khusus Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, Usman Kansong berpendapat bahwa pers adalah pilar ke-4 demokrasi sangat penting untuk kita ingat kembali.

Kita semua, ujar Usman, termasuk pemerintah yang bersama-sama menegakkan demokrasi di negeri ini harus bertanggung jawab menyelamatkan industri media yang kondisinya tidak baik saat ini.

Tanpa pers dan media, tegas Usman, bangunan demokrasi negara ini akan timpang, lama kelamaan akan reot, dan kelak akan rubuh.

Pemerintah Presiden Jokowi, ujar Usman, telah berupaya menyelamatkan industri media dengan menerbitkan Peraturan Presiden Republik Indonesia (Perpres) Nomor 32 Tahun 2024 tentang Tanggung Jawab Perusahaan Platform Digital untuk Mendukung Jurnalisme Berkualitas (Perpres Publisher Rights).

Namun, tambah dia, Perpres Publishers Right itu tidak cukup untuk mempertahankan keberlangsungan hidup media di Tanah Air.

Kita, tegas Usman, menantikan peran negara di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran  dalam menyelamatkan keberlangsungan hidup media melalui kebijakan afirmatif dalam jangka pendek. (*)

 

]]>
https://partainasdem.id/2024/10/30/keberlangsungan-industri-media-butuh-dukungan-negara/feed/ 0
Dorong Partisipasi Aktif Pemuda dalam Proses Pembangunan Nasional https://partainasdem.id/2024/10/23/dorong-partisipasi-aktif-pemuda-dalam-proses-pembangunan-nasional/ https://partainasdem.id/2024/10/23/dorong-partisipasi-aktif-pemuda-dalam-proses-pembangunan-nasional/#respond Wed, 23 Oct 2024 12:19:29 +0000 https://nasdem.net/?p=50675 JAKARTA (23 Oktober): Dengan semangat Sumpah Pemuda, partisipasi aktif generasi muda dalam proses pembangunan harus mampu menerapkan nilai-nilai gotong-royong, cinta Tanah Air, persatuan, dan kekeluargaan.

Lanskap persoalan dunia yang semakin kompleks saat ini mendorong kita untuk mau menengok kembali pada nilai-nilai perjuangan pemuda saat Sumpah Pemuda digaungkan pada 1928. Generasi muda harus berperan aktif mengisi kemerdekaan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Sumpah Pemuda 2024: Peran Pemuda Mewujudkan Pembangunan Provinsi Papua Selatan yang Inklusif yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, di Jakarta, Rabu (23/10).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Sulaeman L. Hamzah (anggota DPR RI), Frederika Korain (aktivis perempuan Papua), Rinaldo Aldi K. Makalau (Ketua GMNI Merauke), Ilham Afandi Wahid (Ketua KAMMI Merauke), Kristianus Samkakai (Ketua PMKRI Merauke), Natalis Walilo (Ketua GMKI Merauke), Fio Pani Siregar (Ketua HMI Merauke), dan Rizal Mustofa (Ketua PMII Merauke) sebagai narasumber.

Menurut Lestari, peran aktif pemuda dalam proses pembangunan sangat diharapkan untuk menjawab berbagai tantangan yang semakin beragam saat ini.

Peran aktif pemuda, tambah dia, juga harus dilakukan di daerah-daerah, seperti di Papua Selatan, sehingga kebijakan-kebijakan dalam proses pembangunan yang dibuat pemerintah mampu melibatkan masyarakat luas.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI, generasi muda juga harus mampu menerapkan nilai-nilai persatuan, gotong-royong, dan cinta Tanah Air dalam setiap proses pembangunan.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah dapat melahirkan kebijakan yang mampu melibatkan partisipasi publik secara aktif dalam proses pembangunan.

Hal itu penting agar proses pembangunan benar-benar mampu menghasilkan kesejahteraan, baik bagi masyarakat di daerah bersangkutan maupun masyarakat Indonesia secara luas.

Kristianus Samkakai berpendapat dalam kasus pembangunan di Kabupaten Marauke, ada benturan paradigma antara pemerintah dan masyarakat adat.

Harus ada dialog, apalagi pelaksanaan pembangunannya di atas tanah-tanah adat milik pribumi,” tegas Kristianus.

Masyarakat adat, jelas dia, perlu mendapatkan penghormatan yang tinggi. Namun, tambah Kristianus, sampai saat ini negara belum memberi perlindungan hukum kepada masyarakat adat.

Saat ini, ungkap Kristianus, di Papua Selatan masyarakat adat kehilangan eksistensinya karena pembangunan yang masif berdampak munculnya sejumlah konflik. “Negara harus hadir untuk mengatasi kondisi tersebut,” tegasnya.

Ilham Afandi Wahid berpendapat pembangunan setidaknya mencakup dua hal, yaitu pembangunan infrastruktur dan pembangunan sumber daya manusia (SDM).

Pembangunan di Papua Selatan, tambah Ilham, harus berimbang antara pembangunan infrastruktur dan SDM.

Ketika kita ada uang, jelas Ilham, dengan mudah bisa bangun infrastruktur. Namun, tambah dia, dengan kualitas SDM yang rendah, ketersediaan infrastruktur yang layak sulit dapat berkelanjutan.

Luasnya wilayah Papua, menurut Ilham, harus diimbangi dengan pola pikir yang tepat dalam pengelolaannya.

Frederika Korain mengungkapkan keberadaan proyek strategis nasional (PSN) di Marauke berimbas kepada masyarakat adat.

Pembangunan dilakukan seolah tanah Papua tidak berpenghuni. Seharusnya ada pembicaraan terlebih dahulu, sehingga tidak menimbulkan sengketa di belakang hari,” ujarnya.

Menurut Frederika, perspektif pembangunan pemerintah pusat di Papua Selatan harus dikritisi.

Fio Pani Siregar berpendapat sejumlah proyek nasional yang gagal di masa lalu seharusnya melahirkan kehati-hatian dalam melaksanakan proyek yang sama saat ini. Apalagi, jelas Fio, setiap kegagalan proyek berskala nasional menimbulkan kerusakan hutan dan lingkungan yang berdampak pada kehidupan masyarakat adat.

Rinaldo Aldi K. Makalau berpendapat pemuda wajib berperan aktif dalam melakukan perubahan dan pembangunan di daerah.

Legislator asal Papua Selatan, Sulaeman L. Hamzah mengungkapkan dalam perjuangannya sebagai wakil rakyat, selama ini permasalahan yang kerap mengemuka adalah terkait masyarakat adat.

Ia berharap ada respons dari pemerintah daerah terhadap berbagai kebijakan pemerintah pusat, antara lain melalui sejumlah peraturan daerah.

Khusus Papua Selatan, ujar Sulaeman, selama ini peran kepala daerah dalam menyikapi kebijakan pemerintah pusat dinilai masih setengah hati.

Komunikasi dengan masyarakat adat dalam setiap proses pembangunan, tegas dia, harus mampu ditingkatkan dalam rangka memperbaiki pola pendekatan terhadap masyarakat.

Selain itu, Sulaeman juga mendorong partisipasi aktif generasi muda di Papua Selatan juga bisa ditingkatkan dalam setiap proses pembangunan.

Menyikapi hal itu, wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat tidak ada kemajuan dalam proses pembangunan, tanpa dibarengi dengan mutu pendidikan yang lebih baik.

Oleh karena itu, ujar Saur, perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) melalui pendidikan. “Dana Alokasi Khusus (DAK), misalnya, perlu difokuskan untuk pengembangan sektor pendidikan di daerah,” tegas Saur. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/10/23/dorong-partisipasi-aktif-pemuda-dalam-proses-pembangunan-nasional/feed/ 0
Bangun Kesadaran Advokasi Tindak Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak https://partainasdem.id/2024/10/16/bangun-kesadaran-advokasi-tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak/ https://partainasdem.id/2024/10/16/bangun-kesadaran-advokasi-tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak/#respond Wed, 16 Oct 2024 14:27:32 +0000 https://nasdem.net/?p=50565 JAKARTA (16 Oktober): Advokasi tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak bagian dari upaya menjalankan amanat konstitusi tentang perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara.

Pada dasarnya, konstitusi mengamanatkan bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di depan hukum, dan upaya advokasi merupakan perilaku yang sesuai dengan amanat konsitusi,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Membangun Kesadaran Advokasi: Melawan Budaya Damai dan Menutup Aib yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12 di Jakarta, Rabu (16/10).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Direktur Sarinah Institut) itu menghadirkan Tiasri Wiandani (Komisioner Komnas Perempuan), Livia Iskandar (Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban periode 2019-2024), Neng Dara Affiah (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik/FISIP, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta), dan Atang Irawan (Ketua Badan Advokasi Hukum DPP Partai NasDem) sebagai narasumber.
Hadir pula Nur Amalia (Pendiri LBH APIK) sebagai penanggap.

Saat ini, ujar Lestari, data meningkatnya tindak kekerasan seolah bukan lagi pemantik kesadaran untuk menerapkan hukum secara adil.

Akibatnya, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, publik menyimpulkan, proses hukum berjalan apabila sebuah kasus menjadi pembicaraan warganet atau viral.

Budaya menyelesaikan persoalan hukum secara kekeluargaan demi menutup aib, tegas Rerie, pada dasarnya meniadakan hak atas perlindungan hukum dan kewajiban menaati aturan hukum yang berlaku.

Untuk merealisasikan amanat konstitusi terkait perlakuan yang sama di hadapan hukum bagi setiap warga negara, ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, diperlukan upaya membangun kesadaran advokasi.

Kesadaran advokasi, jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, merupakan upaya aktif membela, mempertahankan, dan mempromosikan kepentingan individu atau kelompok melalui jalur hukum.

Tiasri Wiandani mengungkapkan, meski saat ini sudah ada sejumlah regulasi yang cukup baik sebagai instrumen perlindungan perempuan dan anak dari tindak kekerasan, tetapi kasus kekerasan masih saja terjadi.

Kondisi itu, jelas Tiasri, harus menjadi perhatian serius untuk menekan tren peningkatan kasus kekerasan terhadap perempuan, sekaligus mencermati efektivitas implementasi sejumlah regulasi yang ada dalam mencegah dan melindungi korban kekerasan.

Tiasri menilai sejumlah regulasi yang ada sudah cukup baik. Masih maraknya kasus kekerasan, jelas dia, karena adanya kontribusi budaya patriarki dan relasi kuasa pada keseharian masyarakat.

Selain itu, tambahnya, praktik bias gender juga masih terjadi yang menjadikan perempuan rentan terhadap kekerasan.

Di sisi lain, ujar dia, masih ada kebijakan di tingkat peraturan daerah yang masih menempatkan perempuan sebagai objek kebijakan.

Upaya meningkatkan pemahaman masyarakat terkait bentuk-bentuk kekerasan terhadap perempuan, bagaimana pencegahan dan mengatasinya, tegas Tiasri, harus dilakukan.

Upaya untuk melindungi dan mendukung korban kekerasan, kata dia, harus menjadi kesadaran bersama sehingga pencegahan tindak kekerasan dapat berjalan efektif.

Neng Dara Affiah berpendapat, kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) memperkuat landasan hukum dalam upaya perlindungan terhadap tindak kekerasan.

Berdasarkan undang-undang itu pula, tambah Neng Dara, dibentuk satgas pencegahan tindak kekerasan seksual di kampus dan lingkungan pendidikan lainnya.

Diakuinya, meski kehadiran UU TPKS belum mampu menekan peningkatan kasus kekerasan seksual, tetapi masyarakat mulai mengenali apa saja tindakan kekerasan seksual.

Neg Dara berharap masyarakat semakin paham tentang tindakan kekerasan seksual, semakin berani juga untuk melaporkan ke satgas yang ada.

Saat ini, ujar Neng Dara, di lingkungan pendidikan, kesadaran untuk melaporkan tindakan kekerasan seksual sudah mulai tumbuh. Mirisnya, yang dilaporkan melakukan tindak kekerasan seksual adalah orang terpelajar.

Ternyata perilaku kekerasan seksual itu lintas kelas masyarakat, ” ujarnya.

Menurut Neng Dara, perlu transformasi kebudayaan untuk mengubah paradigma bahwa perempuan bukan objek seksual semata.

Dalam melakukan transformasi kebudayaan, jelas dia, memerlukan sinergi antara dunia pendidikan, agama, dan budaya.

Livia Iskandar berpendapat masalah relasi kuasa di perguruan tinggi merupakan masalah yang serius.

Pekerjaan rumah yang harus segera diatasi, ujar Livia, adalah bagaimana masyarakat kerap masih menyalahkan korban pada kasus tindak kekerasan seksual.

Livia berpendapat, UU TPKS sangat komprehensif, tetapi dalam tataran pelaksanaannya korban kekerasan masih banyak menghadapi tekanan.

Karena korban harus memberi kesaksian berkali-kali di depan penegak hukum, misalnya, ungkap dia, malah terkena dampak psikologis.

Menurut dia, korban tindak kekerasan seksual memerlukan support system yang sangat baik karena pelaku tindak kekerasan biasanya orang-orang terdekat korban.

Jadi, tegas Livia, selain bantuan hukum, korban tindak kekerasan seksual juga butuh bantuan pemulihan secara psikologis.

Atang Irawan berpendapat, upaya untuk memasyarakatkan langkah pencegahan dan perlindungan masyarakat terhadap tindak kekerasan seksual harus melibatkan pemerintah daerah.

Diakui Atang, pelaksanaan UU TPKS masih terkendala belum lengkapnya aturan-aturan pelaksanaan di bawahnya.

Ia menyarankan sosialisasi kebijakan dalam UU TPKS juga didelegasikan kepada pemerintah daerah dalam upaya melahirkan kesadaran masyarakat secara kultural agar terjadi transformasi kebudayaan terkait pentingnya mencegah tindak kekerasan seksual dan melindungi korban.

Menanggapi hal itu, Nur Amalia berpendapat, sulit untuk mendorong peningkatan laporan tindak kekerasan seksual bila perlindungan terhadap korban tidak diperhatikan.

Apalagi, tambah Nunung, sapaan akrab Nur Amalia, sampai saat ini sejumlah aturan pelaksanaan UU TPKS belum juga terbit.

Nunung mengungkapkan, LBH APIK saat ini sedang melakukan advokasi terhadap pihak kepolisian terkait penanganan kasus anak dan perempuan.

Salah satu hasilnya, tambah dia, saat ini sudah ada direktorat khusus perlindungan perempuan dan anak di kepolisian.

Upaya advokasi, tegas Nunung, harus terus dilakukan terhadap aparat penegak hukum, komunitas, masyarakat, dan keluarga agar budaya adil gender dalam penerapan hukum dalam kehidupan sehari-hari dapat terwujud. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/10/16/bangun-kesadaran-advokasi-tindak-kekerasan-terhadap-perempuan-dan-anak/feed/ 0
Konsumsi Masyarakat Harus Ditingkatkan untuk Dorong Pertumbuhan https://partainasdem.id/2024/10/09/konsumsi-masyarakat-harus-ditingkatkan-untuk-dorong-pertumbuhan/ https://partainasdem.id/2024/10/09/konsumsi-masyarakat-harus-ditingkatkan-untuk-dorong-pertumbuhan/#respond Wed, 09 Oct 2024 13:21:12 +0000 https://nasdem.net/?p=50500 JAKARTA (9 Oktober): Pemerintahan baru mesti bergerak cepat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sebagai bagian dari upaya mempertahankan keberlanjutan pembangunan nasional.

Sejumlah faktor pendorong pertumbuhan ekonomi harus konsisten direalisasikan untuk menginisiasi dan mempertahankan stabilitas ekonomi masyarakat demi melanjutkan pembangunan nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Tantangan Ekonomi Pemerintahan Baru yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (9/10).

Diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Badri Munir Sukoco (Guru Besar, Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya), Fauzi Amro (anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem) dan Akhmad Akbar Susamto (Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Titis Nurdiana (Pemimpin Redaksi Kontan) sebagai penanggap.

Menurut Lestari Moerdijat, tantangan yang dihadapi pemerintahan baru tidak mudah. Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat mengungkapkan, dunia saat ini diwarnai sejumlah ketegangan geopolitik yang berpotensi mempengaruhi kerja sama dagang dan investasi.

Belum lagi, tambah Rerie, disrupsi yang terjadi di berbagai sektor seperti transisi energi dan digitalisasi yang menuntut daya adaptasi yang tinggi dari masyarakat.

Rerie yang juga Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu berpendapat, sejumlah faktor pendorong seperti peningkatan konsumsi masyarakat, investasi dalam negeri, dan belanja pemerintah harus mampu direalisasikan secara konsisten demi mendukung pertumbuhan ekonomi.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap pemerintah pusat dan daerah dapat berkolaborasi dengan baik dalam mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Badri Munir Sukoco berpendapat sektor ekonomi saat ini menghadapi tantangan yang berat. Agar Indonesia mampu terhindar dari middle income trap, ujar Badri, pemerintah harus mampu mendorong peningkatan investasi, invasion dan inovasi.

Indonesia, tegas Guru Besar dari Unair Surabaya itu, harus mampu menarik investor, harus aktif masuk dalam global supply chain dan mengembangkan riset dengan baik, agar punya peluang untuk mencapai target Indonesia Emas pada 2045 sebagai negara maju.

Untuk mewujudkan target itu, jelas dia, pemerintah pusat dan daerah harus berbagi tugas.

Kepala daerah harus ikut bertanggung jawab dalam menumbuhkan ekonomi daerahnya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi nasional,” ujar Badri.

Salah satu cara yang bisa dilakukan, kata Badri, adalah penyaluran dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) hanya bisa diberikan kepada daerah dengan syarat pemerintah daerah mengajukan proposal yang jelas untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Badri, pertumbuhan ekonomi nasional 50%-nya ditopang oleh pertumbuhan di daerah-daerah di Jawa. Bila daerah di Jawa perekonomiannya hanya tumbuh 5%, tegas Badri, sulit untuk mewujudkan pertumbuhan 8% di tingkat nasional.

Dengan kondisi tersebut, tegas Badri, kepala daerah juga harus bertanggung jawab untuk mewujudkan sejumlah target dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang telah ditetapkan.

Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, Akhmad Akbar Susamto menilai tantangan ekonomi pemerintahan baru tidak terlalu tinggi atau tidak terlalu rendah.

Akhmad Akbar berpendapat pada 2025 pertumbuhan ekonomi sudah kembali pada kondisi normal di angka 5%. Namun, ujar dia, angka pertumbuhan itu bukan angka yang ideal untuk mewujudkan Indonesia sebagai negara maju.

Dari sisi tenaga kerja, ujar Ahmad Akbar, saat ini banyak masyarakat bekerja di sektor informal. Lapangan pekerjaan formal belum tersedia seperti dulu. Karena Indonesia sejatinya mengalami deindustrialisasi yang parah.

Ahmad Akbar menilai, kemampuan pemerintah untuk memperbaiki kondisi tersebut sangat terbatas. “Ruang fiskal kita sangat sempit. Belum lagi ada janji-janji politik yang harus dipenuhi,” tegasnya.

Kabar baiknya, ujar dia, tren kebijakan moneter dunia saat ini menuju pelonggaran. Pada akhir 2024 sejumlah bank sentral menurunkan suku bunga acuan.

Sehingga, tambah Ahmad Akbar, upaya untuk memperbaiki kondisi perekonomian nasional secara menyeluruh dapat direalisasikan melalui berbagai potensi yang ada.

Anggota DPR RI, Fauzi Amro berpendapat APBN 2025 disusun dengan semangat keberlanjutan dan optimisme, tetapi tetap hati-hati dan waspada terhadap dinamika global.

Menurut Fauzi, program pemerintahan Prabowo yang masuk pada APBN 2025 tercatat berkisar antara Rp115 triliun-Rp120 triliun di masa transisi.

Dia berharap, ada APBN Perubahan 2025 yang membuka peluang untuk memasukkan program-program pemerintahan Prabowo yang belum terakomodasi pada APBN 2025.

Fauzi mengingatkan defisit APBN 2025 senilai Rp616,1 triliun atau 2,53% harus dijaga. Kebijakan pengajuan utang baru, tambah dia, harus ditujukan untuk hal-hal yang produktif.

Menurut Legislator Partai NasDem itu, karena tagline kampanye pemerintahan Prabowo adalah keberlanjutan, maka pekerjaan rumah yang belum tuntas pada pemerintahan Jokowi merupakan bagian dari tanggung jawab pemerintahan Prabowo.

Pemimpin Redaksi Kontan, Titis Nurdiana berpendapat tantangan global dan lokal pada pemerintahan mendatang sama-sama menantang.

Pemerintah, tegas Titis, harus mampu memanfaatkan setiap peluang yang ada dengan sebaik-baiknya, demi mewujudkan kemakmuran masyarakat.

Menurut Titis, dorongan transfer dana ke daerah yang semakin besar, tetapi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan di daerah harus segera diantisipasi dengan penerapan reward dan punishment yang jelas.

Selain itu, tegas dia, upaya untuk menjadikan produk-produk lokal menjadi bagian dari rantai pasok global harus segera direalisasikan dengan peta jalan yang jelas.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat masa transisi pemerintahan harus dimaknai sebagai 100 hari awal pemerintahan Prabowo.

Pada tahap itu, tentu merupakan fase menumbuhkan kepercayaan publik melalui pembuktian janji-janji pada masa kampanye, terutama terkait program makan gratis.

Bila makan gratis tidak dapat direalisasikan pada 100 hari pertama tentu pemerintah akan kesulitan untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat,” ujar Saur.

Ke depan, jelas Saur, yang terpenting adalah mengatasi angka pengangguran dengan terus bertambahnya angkatan kerja. Salah satu jawabannya adalah menghentikan deindustrialisasi.

Jadi, tambah Saur, pengembangan manufaktur harus menjadi prioritas, karena korporasilah yang bisa menciptakan lapangan kerja. “Ini harus menjadi perhatian pemerintahan baru,” tegasnya.

Selain itu, jelas dia, penurunan suku bunga kredit dan penurunan pajak harus direalisasikan.

Saur menyarankan, agar pemerintahan baru fokus pada upaya menghentikan deindustrialisasi. Upaya itu harus menjadi keputusan politik ekonomi terpenting.(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/10/09/konsumsi-masyarakat-harus-ditingkatkan-untuk-dorong-pertumbuhan/feed/ 0
Indonesia Harus Ikut Cegah Konflik Tiongkok-Taiwan https://partainasdem.id/2024/10/02/indonesia-harus-ikut-cegah-konflik-tiongkok-taiwan/ https://partainasdem.id/2024/10/02/indonesia-harus-ikut-cegah-konflik-tiongkok-taiwan/#respond Wed, 02 Oct 2024 09:01:39 +0000 https://nasdem.net/?p=50419 JAKARTA (2 Oktober): Indonesia harus mewaspadai eskalasi konflik yang berdampak pada kerja sama ekonomi dengan Tiongkok dan Taiwan, sebagai bagian dari pelaksanaan amanah konstitusi untuk ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Kita harus ikut mencari jalan agar tidak terjadi konflik antara Tiongkok dan Taiwan, sebagai bagian langkah menjalankan amanah konstitusi untuk ikut menciptakan perdamaian dunia,” kata Lestari Moerdijat, Wakil Ketua MPR RI periode 2019-2024 dalam sambutannya pada diskusi daring bertema Pengaruh Hubungan Cina dan Taiwan Bagi Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/10).

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR periode 2019-2024) itu menghadirkan Arifianto Sofiyanto (Direktur Asia Timur, Kementerian Luar Negeri), Connie Rahakundini Bakrie (Guru Besar, Pengamat Militer), dan Broto Wardoyo (Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia). Hadir pula Muhammad Farhan (anggota Komisi I DPR RI Periode 2019-2024) sebagai penanggap.

Sejarah konflik politik kedua negara tersebut, ujar Lestari Moerdijat yang akrab disapa Rerie itu, sejatinya memberi dampak signifikan pada perdagangan bilateral, baik Indonesia-Tiongkok maupun Indonesia-Taiwan.

Menurut Rerie, Indonesia harus mewaspadai sejumlah dampak turunan yang akan ditimbulkan dari konflik Tiongkok-Taiwan.

Apalagi, jelas Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) tersebut, saat ini juga terjadi ketegangan antara Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina yang mempengaruhi berbagai sektor di tingkat global.

Terpenting, tambah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, kita mesti menempatkan Indonesia pada konstelasi kedua negara tersebut dalam konteks hubungan bilateral dan diplomasi untuk kepentingan dalam negeri.

Direktur Asia Timur Kemenlu, Arifianto Sofiyanto mengungkapkan pengelolaan hubungan Indonesia dengan Tiongkok dan Taiwan selama ini bersandar pada kesepakatan kebijakan satu Cina.

Hubungan Indonesia dengan Taiwan, ujar Arifianto, dilakukan melalui satu kantor dagang. Perwakilan Indonesia di Taiwan, tambah dia, adalah kantor dagang. Demikian juga kantor perwakilan Taiwan di Indonesia dinamakan Taiwan Economic and Trade Office (TETO), lembaga yang mengurusi perdagangan.

Secara resmi, jelas Arifianto, Indonesia tidak menjalin hubungan politik dengan Taiwan sebagai negara, melainkan sebagai entitas ekonomi.

Padahal, tambah dia, Indonesia memiliki sejumlah kepentingan di Taiwan, seperti antara lain perlindungan WNI yang bekerja di Taiwan, kerja sama ekonomi, capacity building dalam bentuk pendidikan dan kebudayaan.

Karena saat ini, jelas Arifianto, di Taiwan ada 355 ribu WNI, yang didominasi para pekerja migran Indonesia.

Menurut Arifianto, dinamika konflik Selat Taiwan saat ini membutuhkan kepekaan atau sensitivitas Indonesia dan lembaga negara dalam bersikap untuk ditingkatkan.

Pengamat Militer, Connie Rahakundini Bakrie berpendapat ada kerugian bila Indonesia tidak bisa menjalin hubungan langsung dengan suatu negara.

Menurut Connie, berbagai macam kejadian luar biasa akan terjadi pada konflik kawasan Laut Cina Selatan.

Upaya untuk mengantisipasi kondisi tersebut, kata dia, memerlukan kombinasi antara upaya diplomatik dan kesiapan untuk menghadapi perang terkait ketersediaan alat perang dan teknologi.

Kesalahan perhitungan dalam membaca arah konflik yang akan terjadi di kawasan, jelas Connie, akan berdampak pada kondisi di dalam negeri.

Menurut Connie, peran Indonesia di ASEAN sangat penting untuk menekan potensi konflik di kawasan Laut Cina Selatan.

Dosen Hubungan Internasional, Universitas Indonesia, Broto Wardoyo berpendapat jalinan kerja sama Indonesia dan Taiwan dipicu problem mendasar terkait upaya untuk melindungi bangsa.

Apalagi, jelas Broto, jumlah pekerja WNI di Taiwan jauh lebih besar dari jumlah yang tercatat secara resmi.

Menurut Broto, jika melihat jumlah pelanggaran wilayah udara Taiwan yang dilakukan Tiongkok tercatat 20-30 kali per hari, ketegangan di kawasan tersebut diperkirakan akan meningkat.

Namun, kata Broto, di sisi Taiwan hal itu diperkirakan tidak akan memicu konflik terbuka, karena Taiwan lebih cenderung untuk mempertahankan status quo.

Mengingat ada kepentingan Indonesia yang cukup besar di Taiwan, Broto berharap, ada fleksibilitas dalam pelaksanaan kebijakan satu Cina yang telah disepakati.

Anggota Komisi I DPR RI periode 2019-2024, Muhammad Farhan berpendapat kebijakan satu Cina memiliki konsekuensi kita harus mampu memaknai hubungan dengan Taiwan dengan langkah yang tepat.

Menurut Farhan, Indonesia dapat berperan aktif dalam menjaga stabilitas di perairan Natuna Utara dengan membangun kerja sama antar negara-negara di kawasan tersebut, yang melibatkan Tiongkok dan Taiwan.

Dalam kerja sama tersebut, tegas Farhan, tentu kita harus selalu berpihak pada kepentingan Indonesia.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat perang Rusia-Ukraina tidak mampu menginspirasi pecahnya perang Tiongkok-Taiwan.

Karena, tegas Saur, secara energi dan kecukupan pangan, Tiongkok belum memadai untuk berperang.

Kecukupan pangan Tiongkok saat ini sangat rendah untuk memenuhi kebutuhan pangan miliaran penduduknya bila perang terjadi,” ujar Saur.

Sehingga, kata dia, bagi Indonesia, langkah menyegerakan pembangunan angkatan perang yang tangguh bisa ditunda untuk mengedepankan upaya mengatasi pengangguran yang semakin meningkat di Indonesia.

(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/10/02/indonesia-harus-ikut-cegah-konflik-tiongkok-taiwan/feed/ 0
Nilai Budaya Harus Jadi Fondasi Moral Teknologi AI https://partainasdem.id/2024/09/25/nilai-budaya-harus-jadi-fondasi-moral-teknologi-ai/ https://partainasdem.id/2024/09/25/nilai-budaya-harus-jadi-fondasi-moral-teknologi-ai/#respond Wed, 25 Sep 2024 12:40:55 +0000 https://nasdem.net/?p=50328 JAKARTA (25 September): Nilai-nilai budaya dan kebangsaan harus menjadi fondasi moral dalam pemanfaatan kecerdasan buatan yang berkembang pesat di Tanah Air.

Apa yang harus dipersiapkan untuk menjawab sejumlah tantangan yang hadir bersama penggunaan kecerdasan buatan di Indonesia harus segera diantisipasi,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema ‘Masa Depan Teknologi AI di Indonesia’ yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (25/9).

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Hokky Situngkir (Direktur Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika), Marsudi Wahyu Kisworo (Guru Besar, Rektor Universitas Pancasila – Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) dan Bambang Riyanto Trilaksono, (Founder KORIKA – Guru Besar Institut Teknologi Bandung) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Kresna Dewanata Phrosakh (Anggota Komisi I DPR RI) dan Ratih Ibrahim (Psikolog Klinis, CEO & Direktur Personal Growth) sebagai penanggap.

Harus diakui, ujar Lestari Moerdijat, saat ini pemanfaatan Artificial Intelligence (AI) sudah mempengaruhi pola hidup, antara lain dalam pekerjaan dan cara berkomunikasi sehari-hari.

Menurut Rerie, sapaan akrab Lestari, kemajuan AI jangan sampai menghambat pemahaman nilai-nilai kebudayaan dan kebangsaan kita.

Karena itu, jelas Rerie yang juga legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, kita harus memersiapkan sumber daya manusia yang mampu memahami dan mengoperasikan AI dengan benar.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap perkembangan teknologi yang terjadi saat ini dapat bersanding dengan nilai-nilai budaya dan kebangsaan yang kita miliki.

Dirjen Aplikasi Informatika, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hokky Situngkir mengungkapkan bahwa saat ini sepertiga warga Indonesia setiap hari hidup di depan gawai.

Selain itu, tambah Hokky, warga Indonesia saat ini tercatat dalam tiga besar pengguna aplikasi whatsapp dan berada pada posisi empat besar pengguna aplikasi youtube.

Indonesia masuk dalam pasar raksasa digital di era kapitalisme. Apakah kita mau sebagai pasar semata ?” ujar Hokky.

Luasnya wilayah dan populasi Indonesia, kata dia, menciptakan potensi dan peluang yang besar untuk memperkaya khasanah AI di dunia.

Menurut Hokky, AI itu bersifat ofensif dan bisa menggantikan peran manusia. Di sisi lain, AI harus dengan data untuk di-generate lebih lanjut.

Untuk mengimbangi AI yang ofensif, jelas Hokky, harus dikembangkan digital safety.

Sepanjang terjadi keseimbangan antara faktor ofensif dan defensif itu, tambah dia, pemanfaatan AI akan berjalan dengan baik.

Diakui Hokky, saat ini pemerintah sedang menggodok sejumlah aturan dan undang-undang yang bertujuan untuk melindungi warga negara dalam pemanfaatan teknologi.

Dewan Pengarah BRIN, Marsudi Wahyu Kisworo mengungkapkan saat ini dunia dikuasai bisnis yang berbasis digital. Jadi, ujar dia, kita tidak bisa hindari perkembangan itu.

Masa depan kita tidak bisa lepas dari AI. Meski banyak profesi yang hilang, akan muncul profesi-profesi baru,” tegas Marsudi.

Diakui, AI yang banyak dipakai masyarakat saat ini pada umumnya merupakan kecerdasan buatan yang masih berada di level rendah.

Pada 2050, jelas Marsudi, diperkirakan dunia sudah masuk pada penggunaan super AI hingga super human AI.

Marsudi mengungkapkan, sejumlah tokoh dunia saat ini takut pada perkembangan AI yang sangat cepat, karena dikhawatirkan kecerdasan AI pada suatu saat melebihi kecerdasan manusia.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Bambang Riyanto Trilaksono berpendapat sejumlah sektor seperti reformasi birokrasi, pendidikan, riset, kesehatan dan ketahanan pangan merupakan sektor-sektor yang bisa dikedepankan dalam pemanfaatan AI.

Bambang menganalogikan AI dengan sistem sensor yang biasa digerakkan otak manusia.

Kecerdasan buatan, jelas Bambang, akan semakin berkembang karena data berlimpah dan algoritma yang membaik.

Anggota Komisi I DPR RI, Kresna Dewanata Phrosakh mengingatkan bahwa kemajuan AI tidak bisa dibendung.

Jadi, tegas dia, apa pun yang terjadi kita tidak boleh tertinggal dengan kecepatan perkembangan teknologi.

Sistem perundang-undangan kita, jelas anggota Fraksi Partai NasDem DPR itu, harus mampu memberikan perlindungan kepada setiap warga negara dari dampak pemanfaatan teknologi.

Sebagai manusia, tegas Krisna, kita harus memanusiakan manusia, jangan sampai dikendalikan oleh teknologi.

Menurut dia, dalam penyusunan undang-undang terkait dampak pemanfaatan teknologi terhadap warga negara, aspek moral harus tetap ditegakkan dan harus mampu mengantisipasi perkembangan teknologi 40 tahun depan.

Psikolog Klinis Ratih Ibrahim berpendapat AI merupakan bagian teknologi ciptaan manusia.

Apakah kita harus cemas atau bersyukur dengan perkembangan teknologi itu ?” ujar Ratih.

Teknologi, ujar dia, adalah sebuah keniscayaan yang pemanfaatannya untuk memenuhi kebutuhan manusia.

Kecerdasan buatan itu, jelas Ratih tergantung siapa yang memberi ‘makan’, berapa data yang dimiliki dan siapa yang memanfaatkannya.

Kita perlu melek teknologi dengan mengenal, memahami, dan akhirnya mampu menguasai teknologi itu,” ujar Ratih.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, berbicara perkembangan AI yang pesat terbayang munculnya tirani teknologi.

Tirani teknologi ini, jelas Saur, urusan setiap manusia di negara mana pun.

Teknologi itu, tambah dia, berwatak instrumental yang selalu saja berada di luar diri manusia.

Sehingga, ujar Saur, secerdas-cerdasnya AI akan berurusan dengan kekuatan dalam diri manusia.

Kekuatan dalam diri kita ini penting untuk menghadapi tirani teknologi,” tegasnya.

Jadi, jelas Saur, pemanfaatan teknologi harus diimbangi dengan upaya untuk memuliakan manusia. Sehingga, kualitas mindfulness yang kita miliki menjadi penting untuk mewujudkan keseimbangan tersebut.(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/09/25/nilai-budaya-harus-jadi-fondasi-moral-teknologi-ai/feed/ 0
Gangguan Kesehatan Mental Remaja Harus Jadi Kepedulian Bersama https://partainasdem.id/2024/09/18/gangguan-kesehatan-mental-remaja-harus-jadi-kepedulian-bersama/ https://partainasdem.id/2024/09/18/gangguan-kesehatan-mental-remaja-harus-jadi-kepedulian-bersama/#respond Wed, 18 Sep 2024 13:16:17 +0000 https://nasdem.net/?p=50241 JAKARTA (18 Juli): Situasi darurat kesehatan mental remaja mesti disikapi dengan serius dan berkelanjutan, serta membutuhkan dukungan semua pihak.

Akibat gangguan kesehatan mental, sebagian remaja Indonesia kesulitan menjalankan aktivitas kesehariannya. Karena itu masalah kesehatan mental remaja mesti segera ditindaklanjuti dalam rangka mempersiapkan generasi unggul,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Darurat Kesehatan Mental Remaja Indonesia yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (18/9).

Diskusi yang dimoderatori Radityo Fajar Arianto (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Imran Pambudi (Dokter, Direktur Kesehatan Jiwa, Kemenkes), Retno Kumolohadi (Psikolog, Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia) dan Agus Budianto (Guru Besar, Ketua Program Studi Magister Hukum, Universitas Pelita Harapan) sebagai narasumber. Selain itu, hadir pula Agus Hasan Hidayat (Aktivis Remisi Foundation) sebagai penanggap.

Menurut Lestari Moerdijat, penyebab gangguan mental sangat beragam, mulai dari tekanan akademik, masalah keluarga, perundungan, hingga faktor kesehatan.

Mengutip survei Kesehatan Jiwa Remaja Indonesia (I-NAMHS) oleh beberapa universitas pada 2022 diumumkan Januari 2024 lalu, Lestari Moerdijat yang akrab disapa Rerie menyebutkan sebanyak 17,95 juta remaja di Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental.

Menurut Rerie, kolaborasi antara pemerintah, lembaga pendidikan, orang tua, serta para pemangku kepentingan lainnya sangat dibutuhkan untuk mengatasi masalah tersebut.

Rerie yang juga Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu menegaskan harus diupayakan langkah preventif dan segera dalam upaya mengatasi gangguan kesehatan mental remaja.

Upaya tersebut, tegas dia, bisa antara lain dalam bentuk mempromosikan gaya hidup sehat, dan menyediakan layanan konseling untuk remaja.

Kolaborasi sejumlah pihak untuk mengatasi ancaman kesehatan mental remaja, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, menjadi bagian dari kerja bersama untuk meningkatkan kualitas SDM bangsa.

Direktur Kesehatan Jiwa, Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan dalam rangka mengupayakan kesehatan mental masyarakat harus dimulai dari upaya preventif hingga rehabilitasi.

Kita harus bisa segera menangani orang-orang yang mengalami trauma yang dapat mengguncang jiwanya,” ujar Imran.

Menurut Imran, pertolongan pertama yang tepat akan sangat menentukan terhadap progres pemulihan kesehatan mental remaja.

Upaya preventif bila ada orang mengalami masalah kesehatan mental, ujar Imran, melalui deteksi dini atau skrining terhadap masyarakat.

Imran menambahkan, pertolongan pertama pada gangguan kesehatan jiwa sangat penting menjadi pengetahuan masyarakat untuk mencegah eskalasi masalah kejiwaan menjadi gangguan kejiwaan.

Ketua Umum Ikatan Psikolog Klinis Indonesia, Retno Kumolohadi mengungkapkan data Unicef yang menyebutkan satu dari tiga remaja mengalami gangguan kecemasan dalam rentang usia 10-19 tahun.

Namun, jelas Retno, masih sedikit remaja yang mencari bantuan kepada profesional, karena stigma sosial yang melekat pada isu kesehatan mental.

Padahal, ungkap dia, banyak faktor yang mempengaruhi masalah mental remaja seperti faktor fisik, psikologis, sosial dan spiritual.

Diakui Retno, saat ini tenaga psikologis klinis sudah ditugasi hingga tingkat Puskesmas bekerja sama dengan komunitas pemerhati kesehatan mental di sejumlah daerah, dalam upaya memberi pelayanan kesehatan mental remaja.

Ketua Program Studi Magister Hukum, Universitas Pelita Harapan, Agus Budianto mengungkapkan anak dan remaja merupakan usia di masa transisi, sehingga mudah sekali terpengaruh oleh faktor dari luar dan mudah terpapar hal-hal yang buruk.

Sehingga, tambah Agus, kejahatan remaja biasanya merupakan akibat dari interaksi sosial baik dari teman atau komunitas.

Selain itu, jelas Agus, kejahatan remaja juga bisa dipicu gangguan mental yang dipicu faktor internal secara psikologis dan biologis.

Sehingga upaya penegakan hukum pada penanganan kejahatan yang dilakukan remaja, jelas Agus, bisa ditangani dengan berbagai alternatif pendekatan.

Aktivis Remisi Foundation, Agus Hasan Hidayat berpendapat masalah kesehatan mental remaja jangan dilihat dari perspektif kesehatan semata.

Karena permasalahan kesehatan mental remaja, tegas Agus, memiliki sejumlah cara pandang antara lain seperti cara pandang sosial, hukum dan hak azasi manusia (HAM).

Sehingga upaya untuk mengatasi masalah kesehatan mental remaja, tambah dia, memerlukan pendekatan yang komprehensif dari berbagai sudut pandang dengan melibatkan sejumlah pihak untuk melahirkan kebijakan yang menyeluruh.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat banyaknya peserta yang mengikuti diskusi daring ini merupakan salah satu petunjuk bahwa masalah kesehatan mental remaja merupakan isu yang dinilai penting.

Sehingga, tegas Saur, semua pihak harus memberikan perhatian serius dalam penanganan kasus kesehatan mental di kalangan remaja.

Saur mengaku khawatir maraknya kasus gangguan kesehatan mental remaja dipicu oleh kurang atau tidak didengarnya keinginan dari para remaja.

Para remaja merasa tidak hidup di dunia yang mereka inginkan, karena hanya segelintir elite yang mampu menikmatinya. Kondisi itu memicu gangguan pada kesehatan mental remaja,” ujar Saur.

Akar permasalahan maraknya gangguan kesehatan mental para remaja saat ini, kata Saur, patut diduga karena kurangnya contoh yang baik dari perilaku kelompok elite di negeri ini.(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/09/18/gangguan-kesehatan-mental-remaja-harus-jadi-kepedulian-bersama/feed/ 0
Tingkatkan Pemahaman Masyarakat Soal Potensi Ancaman Gempa Megathrust https://partainasdem.id/2024/09/11/tingkatkan-pemahaman-masyarakat-soal-potensi-ancaman-gempa-megathrust/ https://partainasdem.id/2024/09/11/tingkatkan-pemahaman-masyarakat-soal-potensi-ancaman-gempa-megathrust/#respond Wed, 11 Sep 2024 12:11:42 +0000 https://nasdem.net/?p=50172 JAKARTA (11 September): Ancaman gempa megathrust di Indonesia harus disikapi dengan serius oleh semua pihak sebagai bagian dari upaya memerkuat kesiapan masyarakat dalam menghadapi bencana.

Ancaman megathrust sangat nyata karena berpotensi menyebabkan gempa bumi disertai tsunami yang berdampak luas, sehingga perlu pemahaman masyarakat terkait berbagai upaya mitigasi bencana yang harus dilakukan,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat memberi pengantar diskusi daring bertema “Ancaman Gempa Megathrust di Indonesia” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (11/9).

Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Agus Riyanto (Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat, Badan Nasional Penanggulangan Bencana/BNPB), Sumarjaya (Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI), dan Daryono (Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika/BMKG) sebagai narasumber.

Selain itu, hadir pula Sri Wulan (Anggota Komisi VIII DPR RI) dan Ade Sutonih (Kepala Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang – Pelaku Terdampak Langsung Tsunami Selat Sunda), sebagai penanggap.

Lestari menjelaskan, Indonesia terletak di cincin atau Lingkar Api Pasifik yang rentan gempa bumi dan letusan gunung api.

Berbagai potensi bencana alam, tambah Rerie, sapaan akrab Lestari, mesti menjadi perhatian bersama sebagai bagian upaya melindungi segenap bangsa Indonesia.

Kita belajar dari berbagai kejadian yang masih segar dalam ingatan kita terkait gempa dahsyat yang terjadi di Indonesia sejak tahun 2000,” tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II itu.

Peristiwa bencana alam yang merenggut ribuan korban jiwa itu, ungkap Rerie, antara lain gempa bumi dan tsunami di Aceh (2004) yang menelan 283.000 korban jiwa dan lebih dari 14.000 orang hilang, gempa bumi Yogyakarta (2006) yang menyebabkan 5.700 orang meninggal dan 35.000 orang mengalami luka-luka, gempa Palu dan Donggala (2018) dengan lebih dari 2.000 meninggal dan 670-an orang dinyatakan hilang.

Seruan untuk mewaspadai megathrust, ujar Rerie, harus konsisten dilakukan sebagai pengingat agar
masyarakat mampu mempersiapkan diri dari ancaman bencana yang dapat terjadi sewaktu-waktu.

Karena, tegas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, melalui pengetahuan yang memadai, peningkatan kesadaran terhadap bencana secara berkelanjutan, memersiapkan infrastruktur yang memadai dan pengembangan sistem peringatan dini, maka setiap ancaman bencana dapat dihadapi bersama.

Direktur Dukungan Sumber Daya Darurat, BNPB, Agus Riyanto berpendapat kunci untuk memersiapkan masyarakat dalam menghadapi bencana adalah membangun kesadaran bersama bahwa Indonesia memang negara yang rawan bencana.

Diakui Agus, pada 2023 di Indonesia tercatat 5.400 bencana alam yang sebagian besar berupa bencana hydrometeorologi.

Bencana gempa bumi, jelas dia, meski jarang terjadi, dampak kerusakannya sangat besar. Apalagi, menurut Agus, saat ini ada potensi muncul sesar-sesar baru di Indonesia yang berpotensi menimbulkan gempa bumi.

Untuk menerapkan penanggulangan dan mitigasi bencana yang baik, Agus sangat berharap keterlibatan aktif para pemangku kepentingan di daerah hingga di wilayah terkecil.

Dengan begitu, tambah dia, berbagai upaya untuk menanggulangi bencana dan menekan dampak dari bencana tersebut dapat dilakukan secara luas.

Kepala Pusat Krisis Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI, Sumarjaya mengungkapkan bahwa sektor kesehatan seringkali tertinggal dalam upaya penanggulangan bencana, padahal yang terancam dalam setiap bencana adalah jiwa manusia.

Sektor kesehatan dalam penanggulangan bencana, tambah Sumarjaya, mengupayakan agar masyarakat terhindar dari risiko luka, cacat, bahkan meninggal dunia akibat bencana alam yang terjadi.

Kesiapan sektor kesehatan, jelas dia, sangat penting dalam upaya penanggulangan bencana yang disebabkan oleh alam dan non-alam.

Menurut Sumarjaya, upaya mempersiapkan masyarakat sebagai bagian sistem penanggulangan bencana yang terintegrasi dalam menghadapi bencana merupakan langkah yang sangat penting.

Harus dilakukan penguatan sistem penanggulangan gawat darurat yang terpadu dalam menghadapi potensi bencana di tanah air,” ujar Sumarjaya.

Dia menyayangkan saat ini baru 91 kabupaten/kota di Indonesia yang sistem gawat daruratnya terintegrasi.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono mengungkapkan berdasarkan sejarah, peristiwa tsunami besar di Indonesia terjadi di sejumlah wilayah megathrust.

Dalam rangkaian lempeng bumi yang terbentang dari timur hingga barat Indonesia, ujar Daryono, ada dua wilayah yang sudah 200 tahun tidak terjadi gempa besar, yaitu di Selat Sunda dan Mentawai.

Di antara 13 segmentasi megathrust yang ada di Indonesia, tegas Daryono, wilayah Selat Sunda dan Mentawai tersebut harus diwaspadai.

Karena itu, tambah dia, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah harus segera bersama mengantisipasi potensi bencana yang akan terjadi.

Pihaknya, jelas Daryono, juga aktif memberi edukasi kepada masyarakat melalui pembentukan komunitas siaga tsunami di sejumlah daerah.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Sri Wulan mengakui potensi bencana di Indonesia sangat besar.

Gempa megathrust yang diikuti tsunami, tambah Sri Wulan, berpotensi menimbulkan kerusakan dan korban jiwa.

Menurut dia, besarnya potensi korban jiwa dan kerusakan yang terjadi, harus diikuti dengan upaya sosialisasi dan edukasi terkait jenis bencana, risiko dan hal-hal apa yang harus dipersiapkan ketika bencana datang.

Masyarakat mulai komunitas terkecil di lingkungan keluarga hingga pemerintah, jelas Sri Wulan, harus bersinergi dalam memerkuat sosialisasi dan edukasi terkait bencana, sehingga membentuk kekuatan yang luar biasa dalam menghadapi bencana.

Kepala Desa Tamanjaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Ade Sutonih mengungkapkan pengalamannya saat menghadapi tsunami di desanya pada 2018.

Menurut Ade, dia mengalami tsunami senyap yang tidak ada tanda-tanda alam yang mendahuluinya.

Dia mengungkapkan, masyarakat di desanya sebelum terjadinya tsunami tidak memiliki pengetahuan terkait tanda-tanda tsunami.

Menurut Ade, ketika itu masyarakat di daerahnya minim mendapat sosialisasi terkait antara lain penanggulangan bencana alam dan jalur evakuasi baik dari pihak kabupaten/kota hingga provinsi.

Dia sangat berharap di daerah-daerah yang berpotensi terkena tsunami agar segera diberikan sosialisasi dan edukasi terkait bencana alam seperti tsunami untuk mencegah terjadinya korban jiwa.

(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/09/11/tingkatkan-pemahaman-masyarakat-soal-potensi-ancaman-gempa-megathrust/feed/ 0
RUU PPRT Memberikan Lebih dari Sekadar Perlindungan https://partainasdem.id/2024/08/28/ruu-pprt-memberikan-lebih-dari-sekadar-perlindungan/ https://partainasdem.id/2024/08/28/ruu-pprt-memberikan-lebih-dari-sekadar-perlindungan/#respond Wed, 28 Aug 2024 11:10:56 +0000 https://nasdem.net/?p=49992 JAKARTA (28 Agustus): Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) menawarkan lebih dari sekadar perlindungan bagi pekerja rumah tangga dan pekerja sektor informal.

Penuntasan pembahasan RUU PPRT merupakan pekerjaan rumah yang penting, karena saya khawatir tidak selesai. Semua pihak harus mengupayakan agar RUU ini bisa tuntas, atau paling tidak bisa dilanjutkan pembahasan ke periode selanjutnya,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Bedah RUU PPRT: Implementasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Melindungi Pekerja Rumah Tangga (PRT) dan Pekerja Sektor Informal yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (28/8).

Diskusi yang dimoderatori Luthfi Assyaukanie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Irma Suryani (Anggota Komisi IX DPR RI), Anwar Sanusi (Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan), Hartoyo (Jaringan Komunitas untuk BPJS Ketenagakerjaan), dan Lita Anggraini (Jala PRT) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Triyono (Peneliti Pusat Riset Kependudukan – BRIN) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, hadirnya UU PPRT merupakan sebuah keniscayaan, meski mekanisme perlindungan yang diperjuangkan RUU PPRT itu sebetulnya masih banyak yang perlu mendapat perhatian dan campur tangan para pemangku kepentingan agar mewujudkan jaminan sosial yang bisa diaplikasikan kepada para PRT dan pekerja sektor informal.

Per 2024, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari Moerdijat, cakupan kepesertaan jaminan sosial ketenagakerjaan kelompok pekerja bukan penerima upah terbilang rendah, yaitu 11% dari total pekerja informal yang sebesar 82,67 juta orang.

Salah satu kendalanya, tambah Rerie yang juga Legislator NasDem dari Dapil Jawa Tengah II (Demak, Kudus, Jepara) itu, karena program jaminan sosial ketenagakerjaan tidak dikenal, pemberi kerja enggan mendaftarkan pekerja sebagai peserta penerima manfaat.

Menurut Rerie, para pemberi kerja harus mampu memahami, mengerti dan menerapkan sejumlah mekanisme jaminan ketenagakerjaan kepada para pekerjanya.

Kriteria pekerja yang dikelompokkan menjadi penerima upah dan bukan penerima upah, tambah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, juga menjadi bagian dari kendala yang dihadapi para PRT untuk mendapatkan hak dan perlindungan.

Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani mengungkapkan, sejak awal RUU PPRT yang disampaikan Jala PRT tidak sama dengan pengaturan PRT yang diterapkan di luar negeri.

Namun, ujar Irma, sampai saat ini banyak pihak yang khawatir bahwa RUU PPRT akan melahirkan peraturan ketenagakerjaan yang tidak mudah untuk diterapkan di dalam negeri.

Akibatnya, tambah dia, sampai saat ini para PRT di Indonesia belum mendapatkan mekanisme perlindungan yang layak.

Dampaknya, jelas Irma, pekerja migran dari Indonesia bila mendapat permasalahan di luar negeri akan sulit untuk mengatasinya.

Terkait proses pembahasan RUU PPRT, tambah Irma, perlu dorongan yang kuat dari para pemangku kepentingan agar dapat dilanjutkan pembahasannya pada periode keanggotaan DPR selanjutnya.

Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan, Anwar Sanusi mengungkapkan, pada tahun lalu pihaknya optimistis bahwa pembahasan RUU PPRT akan segera menjadi UU. Namun, tegas Anwar, karena terjadi sejumlah dinamika di parlemen, sampai hari ini pembahasan RUU PPRT masih tersendat.

Menurut Anwar, sampai saat ini masih terjadi kekosongan pengaturan di sektor ketenagakerjaan informal, seperti pada PRT.

Anwar menilai kehadiran UU PPRT sangat terkait dengan upaya membangun sistem perlindungan sosial ketenagakerjaan.

Pada RUU PPRT, jelas Anwar, antara lain diatur kesepakatan dan perjanjian kerja dalam kerangka hubungan kerja, yang membuat hak dan kewajiban pekerja dan pemberi kerja menjadi jelas sebagai dasar untuk mewujudkan jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerja informal.

Pegiat Jaringan Komunitas untuk BPJS Ketenagakerjaan, Hartoyo mengungkapkan kelompok pekerja informal, termasuk PRT, sering mengalami penolakan saat mengajukan klaim BPJS Ketenagakerjaan.

Para pekerja informal, tambah Hartoyo, kerap terkendala dalam memenuhi persyaratan klaim, seperti surat keterangan dari pemberi kerja atau tidak memahami prosedur klaim.

Hartoyo mendorong agar segera direalisasikan kemudahan prosedur klaim bagi para peserta BPJS Ketenagakerjaan.

Aktivis Jala PRT, Lita Anggraini berpendapat para PRT selain mendapatkan jaminan tenaga kerja, seharusnya juga mendapatkan jaminan kesehatan. Karena, jelas Lita, pada dasarnya semua pekerja mengalami risiko yang sama terkait kesehatan mereka.

Dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan, menurut Lita, setidaknya PRT mendapatkan jaminan hari tua (JHT), jaminan kecelakaan kerja (JKK) dan jaminan kesehatan (JK).

Lita menyayangkan, upaya PRT untuk mendapatkan jaminan sosial ketenagakerjaan secara lengkap sangat alot.

Padahal, tegas Lita, premi yang harus dibayar oleh pemberi kerja agar PRT-nya dapat perlindungan yang memadai, terbilang terjangkau.

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Triyono berpendapat, jaminan sosial ketenagakerjaan itu merupakan hak dasar yang harus diterima setiap warga negara. Namun, tambah dia, di Indonesia masih banyak permasalahan jaminan sosial yang dihadapi para pekerja.

Menurut Triyono, mendorong RUU PPRT untuk segera menjadi UU merupakan langkah besar untuk menekan angka kemiskinan.

Triyono menyarankan untuk melakukan sosialisasi yang masif terkait jaminan sosial ketenagakerjaan bagi para pekerja sektor informal.

Pada kesempatan itu wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat apa yang disarankan Irma untuk memberi dorongan kuat terhadap keberlanjutan pembahasan RUU PPRT sangat realistis.

Saat ini, tegas Saur, upaya untuk menjadikan RUU PPRT sebagai RUU carry over untuk bisa dilanjutkan pembahasannya pada periode keanggotaan DPR mendatang merupakan langkah yang penting.(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/08/28/ruu-pprt-memberikan-lebih-dari-sekadar-perlindungan/feed/ 0
Proses Legislasi RUU PPRT Harus Berlanjut https://partainasdem.id/2024/08/21/proses-legislasi-ruu-pprt-harus-berlanjut/ https://partainasdem.id/2024/08/21/proses-legislasi-ruu-pprt-harus-berlanjut/#respond Wed, 21 Aug 2024 12:03:41 +0000 https://nasdem.net/?p=49864 JAKARTA (21 Agustus): Proses legislasi Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) harus dilanjutkan agar upaya untuk memanusiakan manusia bagi para pekerja rumah tangga dapat diwujudkan.

Tampaknya sosialisasi terkait substansi RUU PPRT dan pasal-pasal krusial di dalamnya masih belum tepat sasaran, sehingga sejumlah hal yang esensial dari RUU itu tidak dipahami oleh masyarakat, bahkan pimpinan DPR,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema “Bedah RUU PPRT: Kajian Hukum Terhentinya Proses Legislasi RUU PPRT di DPR, Bagaimana Solusinya?” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (21/8).

Diskusi yang dimoderatori Arimbi Heroepoetri, (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Mouliza K Donna Sweinstani (Peneliti Pusris Politik – BRIN), Nursyahbani Katjasungkana (Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK), Pratiwi Febri (Ketua riset dan pengembangan organisasi – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia/YLBHI) dan Atang Irawan (Pakar Hukum Tata Negara – Ketua DPP Partai NasDem Bidang Legislatif) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Mutiara Ika Pratiwi (Perempuan Mahardhika) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, hingga saat ini masih ada sejumlah pasal dalam RUU PPRT yang belum bisa diterima oleh para pemangku kepentingan.

Rerie, sapaan akrab Lestari mendorong agar berbagai langkah untuk menuntaskan pembahasan RUU PPRT menjadi undang-undang didukung semua pihak.

Pada masa bakti DPR periode 2019-2024 yang tinggal 1,5 bulan lagi, Rerie sangat berharap proses legislasi RUU PPRT bisa terus berjalan.

Sehingga, tambah Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu, bila RUU PPRT harus di-carry over ke periode mendatang tidak perlu membahas dari awal lagi.

Peneliti Pusris Politik BRIN, Mouliza Donna Sweinstani berpendapat, lamanya pembahasan RUU PPRT karena bila dilihat dari tren proses legislasi seringkali meleset dari target.

Donna malah mengungkapkan sejumlah RUU yang belum selesai dibahas kebanyakan terkait dengan kepentingan perempuan.

Bila diamati, jelas dia, tuntasnya RUU TPKS menjadi undang-undang diwarnai tekanan dari masyarakat sipil dan gerakan perempuan.

Hingga saat ini, ungkap Donna, RUU Ketahanan Keluarga dan RUU Kesetaraan Gender pun belum dibahas.

Mungkin pimpinan dewan menganggap tidak penting hal-hal yang terkait dengan kepentingan perempuan,” ujarnya.

Berdasarkan pengamatan Donna, sejumlah faktor yang menyebabkan macetnya pembahasan RUU PPRT saat ini antara lain karena ada kesengajaan untuk dihambat, tidak ada political will dari pimpinan DPR, dinilai belum perlu, dan tidak menghasilkan keuntungan elektoral.

Menurut Donna, perlu membentuk public pressure untuk mendorong RUU PPRT segera menjadi undang-undang.

Pakar Hukum Tata Negara, Atang Irawan berpendapat dalam skema politik legislasi dibutuhkan dasar pertimbangan yang jelas untuk mengklasifikasi sejumlah RUU yang masuk ke dalam prolegnas.

Bila dasar pertimbangannya jelas, tegas Atang, akan sangat mudah untuk menentukan skala prioritas antara RUU satu dengan lainnya dalam suatu proses legislasi.

Diakui Atang, proses legislasi RUU PPRT terlalu lambat. Atang menilai konsep kolektif kolegial sejatinya berlaku pada pimpinan DPR, karena antara ketua dan wakil ketua memiliki kewenangan yang sama.

Sehingga bila ketua DPR berhalangan, tambah dia, bila jumlah pimpinan lain sudah quorum bisa segera melanjutkan proses legislasi dengan membahas di tingkat Bamus.

Ketua Pengurus Asosiasi LBH APIK, Nursyahbani Katjasungkana mengungkapkan ide awal terkait kepemimpinan perempuan sejatinya sudah didorong sejak proses legislasi UU Pemilu dan UU Partai Politik agar partisipasi perempuan di bidang politik meningkat.

Menurut Nursyahbani, bekerja untuk memperjuangkan kepentingan politik perempuan tidak akan efektif bila tidak melihat persoalan perempuan lain yang rentan dan marjinal.

Dalam kasus terhambatnya proses legislasi RUU PPRT, Nursyabani menilai ada krisis ethic of care atau krisis kepedulian dari kepemimpinan di DPR.

Dia menyarankan untuk terus melakukan lobi kepada pimpinan DPR agar proses pembahasan RUU PPRT bisa dituntaskan.

Selain itu, Nursyahbani juga mendorong agar masyarakat mengajukan citizen lawsuit untuk menuntut keadilan atas terhambatnya proses pembahasan RUU PPRT.

Kepala Riset dan Pengembangan Organisasi YLBHI, Pratiwi Febri berpendapat RUU PPRT merupakan pilihan aturan hukum yang bisa diupayakan untuk melindungi pekerja rumah tangga.

Menurut Pratiwi, menghambat proses pembahasan RUU PPRT merupakan kejahatan kemanusiaan. Karena berdasarkan catatannya pada tahun ini hingga Juni 2024, terdapat 3.627 kasus pelanggaran hak pekerja rumah tangga.

Dalam enam bulan terakhir saja kita seharusnya bisa memahami pentingnya kehadiran UU PPRT untuk melindungi para pekerja rumah tangga,” tegas Pratiwi.

Dia menilai hambatan pembahasan RUU PPRT bukan semata problem legislasi, tetapi ada penyebab yang lebih besar daripada itu.

Aktivis Perempuan Mahardhika, Mutiara Ika Pratiwi sepakat sangat keterlaluan bila para wakil rakyat tidak memahami pentingnya RUU PPRT, karena daftar inventarisasi masalah (DIM) sudah sejak tahun lalu dikirim pemerintah ke DPR.

Sehingga, tegas Mutiara, tidak ada hal substansial yang bisa menjadi alasan mengapa RUU PPRT tidak dibahas.

Mutiara berpendapat terhambatnya proses pembahasan RUU PPRT karena adanya krisis ideologi yang berpihak pada kesejahteraan rakyat kecil.

Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat untuk mendorong proses pembahasan RUU PPRT terus berlanjut, tekanan harus terus dilakukan.

Saur menilai terhambatnya proses legislasi RUU PPRT di DPR disebabkan para elite di parlemen itu tidak mau kehilangan statusnya sebagai “ndoro”.

Jadi yang mendasari proses legislasi RUU PPRT hingga 20 tahun itu, jelas Saur, sikap feodalisme yang masih kuat pada para elite di DPR.

(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/08/21/proses-legislasi-ruu-pprt-harus-berlanjut/feed/ 0
Butuh Political Will Kuat Pimpinan DPR untuk Wujudkan UU PPRT https://partainasdem.id/2024/08/14/butuh-political-will-kuat-pimpinan-dpr-untuk-wujudkan-uu-pprt/ https://partainasdem.id/2024/08/14/butuh-political-will-kuat-pimpinan-dpr-untuk-wujudkan-uu-pprt/#respond Wed, 14 Aug 2024 12:57:31 +0000 https://nasdem.net/?p=49646 JAKARTA (14 Agustus): Perlu kesadaran para politisi di Senayan untuk memahami esensi dari Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) serta kesadaran bergerak bersama agar undang-undang PPRT segera terwujud.

Kita berharap pada sidang paripurna terakhir DPR periode 2019-2024 pada 27 September 2024 mendatang, RUU PPRT ini bisa disahkan menjadi undang-undang ,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Bedah RUU PPRT: Perlindungan untuk Pemberi dan Penerima Kerja – dari Apriori ke Afirmasi DPR RI yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (14/8).

Diskusi yang dimoderatori Indra Maulana (jurnalis Metro TV) itu menghadirkan Willy Aditya (Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI), Rahmat Syafaat (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya), Airlangga Pribadi Kusma (Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga) dan Sri Palupi (Peneliti – Pendiri Institute for Ecosoc Rights) sebagai narasumber.

Selain itu hadir pula Eva Kusuma Sundari (Direktur Institute Sarinah) sebagai penanggap.

Menurut Lestari, catatan terkait pekerja rumah tangga (PRT) sudah begitu banyak, tetapi tidak dipedulikan oleh pimpinan DPR. “Ini yang menjadi tanya besar bagi kami,” ujar Rerie, sapaan akrab Lestari.

Padahal, tegas Rerie, pada RUU PPRT ini kita bicara tentang hak asasi manusia.

Bila RUU PPRT berhasil menjadi undang-undang, tambah anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, berarti negara menempatkan manusia sebagai manusia, menghargai setiap kerja manusia dan menghargai manusia sebagai makhluk Tuhan.

Dengan esensi perlindungan yang terkandung dalam RUU PPRT, mengapa sampai 20 tahun pembahasan untuk dijadikan undang-undang,” ujar Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.

Wakil Ketua Badan Legislatif DPR RI, Willy Aditya mengungkapkan, sejatinya kendala dalam proses legislasi pada Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) lebih besar karena terkait bias agama, jika dibandingkan dengan pembahasan RUU PPRT saat ini.

Sejauh ini, tambah Willy, di Badan Musyawarah DPR belum ada pembahasan terkait RUU PPRT, sementara di hampir setiap rapat paripurna selalu ada interupsi terkait perlindungan PRT.

Di sisi lain, jelas Willy, surat presiden untuk menindaklanjuti pembahasan RUU PPRT sudah dilayangkan sejak lama ke pimpinan DPR.

Kita butuh strong politicall will dari pimpinan atau lebih tepatnya Ketua DPR RI,” tegas Willy.

Padahal, ungkap dia, pada RUU PPRT ini lebih banyak menerapkan asas kekeluargaan dan kemanusiaan.

Hingga saat ini, jelas Willy, RUU PPRT belum masuk pembahasan tingkat I sehingga menjadi kendala untuk bisa di-carry over ke periode mendatang.

Tetapi kami bertekad untuk menuntaskan pembahasannya pada periode ini,” tegasnya.

Direktur Institute Sarinah, Eva Kusuma Sundari mengungkapkan kelompok yang menolak RUU PPRT saat ini, pada awalnya merupakan kelompok yang mendukung RUU PPRT.

Eva mengakui mendapatkan kesulitan saat berupaya membangun komunikasi kepada pimpinan partai politik yang menolak RUU PPRT, agar segera mengesahkannya menjadi undang-undang.

Semua cara untuk melobi sudah dilakukan mulai lobi secara personal hingga langit. Mungkin hanya Tuhan yang bisa menggerakkan hati mereka,” ujarnya.

Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Airlangga Pribadi Kusman berpendapat, kondisi kebuntuan yang dihadapi dalam proses legislasi RUU PPRT memperlihatkan adanya political ignorance (ketidaktahuan politik) yang disebabkan adanya fear for equality dari kelompok yang menolak.

Bila RUU PPRT menjadi undang-undang, jelas Airlangga, kelompok yang menolak itu khawatir tidak lagi berada posisi yang lebih tinggi daripada PRT. Padahal tambah dia, setiap warga negara sama kedudukannya di mata hukum.

Menurut Airlangga, meski terbilang moderat, aturan pada RUU PPRT ini penting untuk dituntaskan menjadi undang-undang agar kita bisa melangkah ke depan.

Karena, jelas Airlangga, semua kelas masyarakat seperti pemberi kerja, penyalur PRT dan para PRT dilindungi dalam RUU PPRT.

Airlangga menegaskan tidak ada alasan lain kecuali ketidaktahuan politik pimpinan DPR yang menyebabkan tersendatnya pembahasan RUU PPRT.

Airlangga menyarankan untuk menghadapi ketidaktahuan politik pimpinan DPR harus didorong dengan kerja sama dan tekanan politik dari masyarakat sipil.

Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Rahmat Syafaat berpendapat kebuntuan pada proses pembahasan RUU PPRT karena 70% anggota dewan itu dari kalangan pengusaha.

Terhadap buruh di industri saja dipolitisasi betul. Padahal undang-undang sudah menetapkan upah buruh itu adalah upah layak,” ujarnya.

Jadi, tambah Rahmat, meski ada undang-undang terkait pekerja atau buruh, tetapi pelaksanaannya masih amburadul.

Menurut Rahmat, bila kita ingin mewujudkan kesetaraan dalam hubungan antara pekerja dan pemberi kerja harus diperjuangkan dengan gerakan-gerakan yang kuat di masyarakat.

(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/08/14/butuh-political-will-kuat-pimpinan-dpr-untuk-wujudkan-uu-pprt/feed/ 0
Benahi Pelayanan terhadap Lansia di Tanah Air https://partainasdem.id/2024/08/07/benahi-pelayanan-terhadap-lansia-di-tanah-air/ https://partainasdem.id/2024/08/07/benahi-pelayanan-terhadap-lansia-di-tanah-air/#respond Wed, 07 Aug 2024 12:18:38 +0000 https://nasdem.net/?p=49498 JAKARTA (7 Agustus): Benahi mekanisme pelayanan terhadap kelompok lanjut usia (lansia) sebagai bagian kewajiban negara dengan melibatkan masyarakat.

Perkiraan jumlah lansia yang terus meningkat dari tahun ke tahun harus diantisipasi dengan persiapan yang komprehensif. Memberikan kemudahan pelayanan kepada lansia bagian dari cara kita menghormati mereka,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi secara daring bertema “Memuliakan Lansia: Hak-Hak Lansia, Kewajiban Negara dan Masyarakat” yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (7/8).

Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Vensya Sitohang (Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan RI), Tri Budi. W. Rahardjo (CeFas Urindo, pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia), Agnes Sri Poerbasari (pemerhati lansia di komunitas gereja) dan Khotimun Sutanti (Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia/Anggota Koalisi untuk Masyarakat Peduli Lansia/Kumpul) sebagai narasumber.

Hadir pula Sari Seftiani (Peneliti Pusat Riset Kependudukan-Badan Riset dan Inovasi Nasional/BRIN) sebagai penanggap.

Lestari mengungkapkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2023 mencatat jumlah lansia mencapai 22,6 juta jiwa atau sebesar 11,75% dari jumlah penduduk Indonesia.

Data tersebut, tambah dia, menunjukkan bahwa usia harapan hidup lansia bertambah sehingga jumlah lansia terus meningkat. Diperkirakan pada 2045 jumlah lansia sekitar 50 juta jiwa atau 20% dari populasi penduduk Indonesia.

Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sejumlah peraturan dan perundang-undangan yang ada terkait perhatian dan pelayanan terhadap lansia belum mampu dilaksanakan dengan baik.

Padahal, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II itu, amanah konstitusi mewajibkan negara melindungi segenap bangsa Indonesia, termasuk lansia.

Rerie sangat berharap peningkatan pelayanan dan perhatian terhadap lansia menjadi perhatian semua pihak, para pemangku kepentingan di tingkat pusat dan daerah, sebagai bagian dari pembangunan kesehatan nasional yang lebih baik.

Karena mewujudkan lansia yang sehat dan terawat menentukan status kita sebagai bangsa yang bermartabat,” pungkasnya.

Direktur Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kementerian Kesehatan RI, Vensya Sitohang mengungkapkan, dalam arah kebijakan pembangunan kesehatan nasional sudah ditegaskan untuk mewujudkan peningkatan daya saing SDM.

Untuk mewujudkan itu, jelas Vensya, pemerintah melakukan peningkatan pelayanan kesehatan sesuai siklus hidup, sejak calon pengantin hingga lansia.

Pada 2024, ungkap dia, ditargetkan masyarakat usia 60 tahun ke atas harus sudah 100% mendapatkan pelayanan kesehatan lansia.

Pada Peraturan Menteri Kesehatan No. 6 Tahun 2024, tambah Vensya, pemerintah daerah di tingkat kabupaten/kota diwajibkan memberi layanan kesehatan kepada warga berusia di atas 60 tahun.

Pelayanan kesehatan tersebut, jelas dia, dalam bentuk edukasi untuk hidup bersih dan sehat, skrining kesehatan dasar dan hasil skrining dasar itu wajib untuk ditindaklanjuti pemeriksaan lebih rinci.

Vensya menegaskan, pemerintah berkomitmen kuat melakukan transformasi sistem kesehatan dengan mewujudkan layanan kesehatan primer yang lebih dekat dengan masyarakat.

Pendiri Center for Ageing Studies, Universitas Indonesia, Tri Budi. W. Rahardjo mengungkapkan pihaknya saat ini mengembangkan sebuah program pendidikan agar pendampingan lansia dilakukan secara utuh dalam rangka mewujudkan lansia yang bermartabat hingga akhir hayat.

Generasi muda saat ini, menurut Tri Budi, juga akan menjadi sasaran pendidikan untuk pendampingan dalam mewujudkan lansia yang bermartabat.

Karena, tambah dia, selain jumlah lansia yang berpotensi meningkat, ancaman disabilitas di usia senja juga bertambah.

Menurut Tri Budi, mewujudkan lansia mandiri, sejahtera dan bermartabat itu adalah hak asasi.

Hal itu, jelasnya, harus direalisasikan dalam bentuk bagaimana lansia mendapat pelayanan dan terwujudnya peningkatan kelembagaan dalam upaya pendampingan lansia.

Bila pendekatan pelayanan lansia sesuai siklus hidup, tegas Tri Budi, yang harus diperhatikan adalah mengendalikan faktor risiko di setiap siklus kehidupan yang dilalui.

Pada kesempatan itu, pemerhati lansia di komunitas gereja, Agnes Sri Poerbasari mengungkapkan pengalamannya melayani lansia di Paroki Katedral, Jakarta.

Menurut Agnes, lansia itu tersebar dari Sabang sampai Merauke dengan kondisi kesehatan yang beragam.

Selain merupakan kewajiban pemerintah, ujar Agnes, pelayanan kesehatan lansia juga membutuhkan partisipasi masyarakat.

Di wilayah kerjanya, menurut Agnes, pihaknya memberikan bantuan untuk lansia yang tidak mampu secara finansial dan kesehatan.

Sehingga pihak gereja, jelas Agnes, secara rutin memberi bantuan uang bulanan dan pemeriksaan kesehatan gratis bekerja sama dengan Puskesmas setempat.

Koordinator Pelaksana Harian Asosiasi LBH APIK Indonesia, Khotimun Sutanti mengungkapkan lansia rawan mengalami kasus-kasus kekerasan dan pelanggaran terhadap hak-hak dasarnya.

Data Komnas Perempuan pada 2023, ungkap Khotimun, mencatat 191 kasus perempuan lansia mengalami ragam bentuk kekerasan, baik fisik mau pun psikis, seksual dan ekonomi.

Sebanyak 100 kasus di antaranya, tambah dia, terjadi di ranah domestik yang melibatkan orang dekat dan keluarga.

Lansia, jelas Khotimun, juga tidak lepas dari stigmatisasi yang menilai mereka sudah tidak produktif lagi.

Melihat kondisi itu, Khotimun mendorong adanya data terpilah dalam mengidentifikasi kebutuhan bagi para lansia untuk merealisasikan perlindungan yang menyeluruh demi mewujudkan lansia yang bermartabat.

Peneliti Pusat Riset Kependudukan BRIN, Sari Seftiani berpendapat di Indonesia banyak program yang ditujukan untuk melayani lansia, tetapi sangat disayangkan sejumlah program tersebut tidak terintegrasi dengan baik.

Layanan home care lansia, ungkapnya, seringkali tidak terlaksana karena adanya keterbatasan sumber daya manusia di Puskesmas terdekat.

Diakui Sari, konsep pentahelix untuk mewujudkan kesehatan lansia belum optimal implementasinya di lapangan. Karena, tambah dia, belum semua pemerintah daerah memprioritaskan isu lansia di wilayah mereka.

(*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/08/07/benahi-pelayanan-terhadap-lansia-di-tanah-air/feed/ 0
Kesehatan Mental Anak dan Remaja Faktor Penting Wujudkan Indonesia Emas 2045 https://partainasdem.id/2024/07/31/kesehatan-mental-anak-dan-remaja-faktor-penting-wujudkan-indonesia-emas-2045/ https://partainasdem.id/2024/07/31/kesehatan-mental-anak-dan-remaja-faktor-penting-wujudkan-indonesia-emas-2045/#respond Wed, 31 Jul 2024 14:16:17 +0000 https://nasdem.net/?p=49339 JAKARTA (31 Juli): Kesehatan mental anak dan remaja harus diwujudkan melalui berbagai upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat, demi masa depan anak bangsa yang lebih baik.

Kesehatan mental itu menunjang kesehatan manusia secara menyeluruh. Karena dengan mental yang sehat orang mampu mengatasi tekanan hidup, menyadari kemampuan mereka, belajar dengan baik, dan berkontribusi pada komunitas mereka,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema Tantangan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Indonesia Menuju 2045, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (31/7).

Diskusi yang dimoderatori Irwansyah (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Nova Riyanti Yusuf (Direktur Utama Pusat Kesehatan Jiwa Nasional RS Marzoeki Mahdi, Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI) Tjut Rifameutia (Dosen Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia), dan Vera Itabiliana Hadiwidjojo (Psikolog Anak dan Remaja) sebagai narasumber. Hadir pula Nurhadi (Anggota Komisi IX DPR RI) sebagai penanggap.

Tidak bisa dipungkiri, jelas Lestari, masalah kesehatan mental sudah mendunia. Berdasarkan catatan situs Our World Data, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, diperkirakan satu dari tiga perempuan dan satu dari lima laki-laki akan mengalami depresi berat dalam hidupnya.

Bagaimana bangsa kita mampu menyiapkan diri menangani kondisi tersebut dengan langkah nyata, itu menjadi tantangan kita saat ini,” ujar Rerie.

Menurut Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI itu, untuk mencegah bertambahnya prevalensi gangguan mental, diperlukan kemampuan menciptakan struktur dan sistem sosial yang menunjang program peningkatan kualitas manusia Indonesia.

Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu mengingatkan, pada 2045 para remaja saat ini akan berada pada puncak kepemimpinan nasional. Bila tidak dipersiapkan kesehatan secara fisik dan mental maka akan sulit mewujudkan Indonesia Emas.

Menurut Rerie, Indonesia Emas 2045 harus disambut dengan kesiapan mental anak bangsa agar mampu menerima tongkat estafet kepemimpinan untuk melanjutkan proses pembangunan nasional yang lebih baik.

Nova Riyanti Yusuf mengungkapkan, sebagai pusat layanan kesehatan jiwa nasional, lembaga yang dipimpinnya berperan sebagai pengampu penanganan kesehatan mental masyarakat di Tanah Air.

Menurut Nova, pada kasus gangguan kesehatan mental selalu ada depresi yang menyertai aksi bunuh diri, sehingga sejatinya aksi bunuh diri bisa dicegah bila ada deteksi dini terhadap kondisi kesehatan mental masyarakat.

Usia remaja, tambah dia, merupakan kelompok yang berisiko terpapar gangguan mental, karena pada usia tersebut masih senang mengambil risiko dan merasa mampu kendalikan segalanya.

Padahal, ujar Nova, usia remaja saat ini adalah para calon pemimpin di masa depan untuk mencapai Indonesia Emas 2045.

Nova mengungkapkan untuk mencegah tindakan menyakiti diri sendiri dan bunuh diri yang merupakan bagian dari kasus gangguan mental di masyarakat, perlu dibangun sistem surveilance yang memadai di Tanah Air.

Upaya pencegahan gangguan kesehatan mental di masyarakat, tegas dia, perlu melibatkan pihak di luar keluarga dan instansi kesehatan, seperti komunitas dan lingkungan masyarakat.

Tjut Rifameutia berpendapat, survei kesehatan mental masyarakat sangat penting untuk dilakukan guna mendapatkan potret kesiapan mental para calon orangtua di masa depan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survei tersebut, tambah dia, para pemangku kebijakan dapat mempersiapkan langkah-langkah antisipatif untuk mencegah potensi gangguan kesehatan mental yang muncul. Apalagi, 20% populasi di Indonesia berpotensi mengalami gangguan kesehatan mental.

Pengalaman sulit di masa anak-anak akan sangat memengaruhi kesehatan mental di masa dewasa,” tegas Tjut Rifameutia.

Oleh karena itu, tegas dia, sebuah keluarga perlu mengetahui dan memahami peran dan fungsi setiap anggota keluarganya, termasuk peran bapak dan ibu pada keluarga itu.

Karena pendidikan keluarga atau parenting itu sangat penting dalam membangun kesehatan mental masyarakat,” ujarnya.

Vera Itabiliana Hadiwidjojo berpendapat, tantangan kesehatan mental anak dan remaja di Indonesia antara lain muncul karena ketidaksiapan orangtua dalam mendidik anak.

Menurut Vera, orangtua sering kali menyerahkan urusan pendidikan anak kepada orang lain, sehingga tumbuh kembang anak rawan terganggu.

Pasalnya, jelas Vera, peran aktif orangtua baik secara fisik maupun emosional sangat penting dan mempengaruhi perkembangan kesehatan mental anak.

Selain itu, tambah dia, keberadaan media sosial dan internet saat ini juga sangat memengaruhi kesehatan mental anak.

Kegemaran menggunakan media sosial dan game online, ujar Vera, berpotensi mengganggu pola tidur, pola makan, dan olahraga anak yang berujung pada gangguan kesehatan mental.

Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi mengungkapkan, gangguan kesehatan mental kerap diawali dengan depresi.

Pada skala global, tambah dia, dampak gangguan kesehatan mental masyarakat menimbulkan kerugian hingga US$1 triliun.

Berdasarkan kenyataan itu, Nurhadi menegaskan, kesehatan mental masyarakat harus segera dimitigasi. Penanganannya harus dilakukan secara sistematis mulai dari lingkungan keluarga.

Peran ibu sangat penting untuk memberikan respons cepat terhadap anak yang mengalami gangguan kesehatan mental,” tegasnya.

Menurut Nurhadi, isu kesehatan mental di Indonesia belum mendapatkan perhatian yang serius, bila dilihat dari alokasi anggaran yang masih di bawah 1% dari alokasi anggaran kesehatan secara nasional.

Ia menilai bila kesehatan mental masyarakat tidak dikelola atau ditangani dengan baik akan memengaruhi kesehatan setiap anak bangsa secara luas.

Wartawan senior Saur Hutabarat mengingatkan agar peningkatan kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) harus mendapat perhatian serius, karena dapat memengaruhi kesehatan mental anggota keluarga.

Saur berpendapat, di masa depan stres akan jauh lebih berat di tengah ekosistem persaingan yang lebih keras. Karena itu, tambah dia, cara-cara mengelola kecemasan atau stres harus menjadi bagian penting dalam pendidikan di rumah tangga.

Menurut Saur, penting untuk memberikan pemahaman bahwa hidup ini bukan masa lalu. Bahkan hidup ini bukan masa depan. Sehingga, pandangan tentang now and here (sekarang dan di sini) adalah pemahaman yang sangat penting untuk ditanamkan kepada anak dan remaja.

Karena stigma itu berpangkal dari masa lalu dan kecemasan itu berbasiskan kerisauan tentang masa depan. Sehingga perlu ditanamkan bahwa hidup ini adalah urusan hari ini dan sekarang,” ujar Saur.

Menurut Saur, orang perlu menjadi diri sendiri dengan berkekuatan diri sendiri dan itu berpangkal dari melihat hidup adalah urusan hari ini dan sekarang.

Karena itu, tegas dia, orangtua harus lebih berani memberi kesempatan kepada anaknya menjadi diri sendiri untuk menghadapi keadaan yang jauh lebih rumit di masa depan. (*)

]]>
https://partainasdem.id/2024/07/31/kesehatan-mental-anak-dan-remaja-faktor-penting-wujudkan-indonesia-emas-2045/feed/ 0