a

RUU EBT Akomodasi Kekhasan Daerah

RUU EBT Akomodasi Kekhasan Daerah

JAKARTA (5 April): Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto mengapresiasi pembahasan RUU Energi Baru dan Terbarukan (EBT) yang mengakomodasi kekhasan daerah guna penentuan parameter harga listrik.

Legislator NasDem itu menjelaskan, dengan berpedoman pada kekhasan daerah akan membentuk ekosistem EBT yang sehat, dengan didasarkan pada potensi sumber daya energi di masing-masing daerah. Hal itu sekaligus akan menekan harga penggunaan EBT tanpa selalu menjadikan PLTU batu bara sebagai acuan harga listrik.

“Contoh hari ini bagaimana de-dieselisasi tidak berjalan dengan baik. Karena parameter harga diukur dari harga listrik, yakni PLTU batu bara secara nasional. Bagaimana bisa masuk (harganya), kalau misalnya dilakukan dieselisasi padahal sesuai dengan karakter tempat di situ itu harganya jauh (mahal) sekali,” ujar Sugeng saat menghadiri Rapat Panitia Kerja (Panja) Harmonisasi RUU EBT, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/4).

Sugeng mencontohkan, harga listrik satu kilowatt per jam (kwh) yang digerakkan tenaga diesel di Papua sudah mencapai US$29 sen. Sedangkan, harga listrik 1 kwh yang digerakkan PLTU batu bara kurang lebih hanya membutuhkan US$4 sen (Rp915) yang cukup murah, disebabkan adanya kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) dengan harga batu bara hanya US$70 per ton.

Padahal, lanjut Sugeng, jika dibandingkan dengan harga listrik 1 kwh yang dihasilkan dari Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Papua, harganya mencapai US$20 sen, di mana harga tersebut masih lebih mahal dibandingkan PLTU batu bara. Namun, jika dibandingkan dengan harga listrik yang dihasilkan dari tenaga diesel yang US$29 sen, PLTS di Papua jauh lebih murah.

Insyaallah, UU EBT ini akan menjadi breakthrough (terobosan) dari tidak majunya perkembangan EBT sejauh ini. Meskipun, secara kebijakan, secara pandangan, kita semua ingin masuk ke EBT. Terlebih energi fosil sudah menjadi masalah, baik  yang berasal dari migas maupun batu bara sudah menjadi masalah luar biasa,” tandas Sugeng.

(dpr.go.id/*)

Add Comment