a

Subsidi BBM Harus Dialihkan ke Rakyat Miskin

Subsidi BBM Harus Dialihkan ke Rakyat Miskin

JAKARTA (7 September): Ketua Komisi VII DPR RI, Sugeng Suparwoto menilai keputusan penaikan harga BBM bersubsidi sudah tepat. Selama ini subsidi BBM lebih banyak dinikmati orang mampu, bahkan total BBM bersubsidi yang dikonsumsi mereka mencapai sekitar 70-80%.

Masyarakat miskin selama ini kurang menikmati subsidi pemerintah lewat BBM karena mereka tidak memiliki kendaraan.

“Maka dari itu harga BBM harus disesuaikan. Karena subsidi yang selama ini dikeluarkan tidak tepat sasaran atau untuk orang mampu, sehingga perlu dialihkan. Sebab kan tidak adil. Bagaimana dengan mereka yang tidak punya kendaraan? Jadi, subsidi dikurangi dan direlokasi untuk yang tidak punya kendaraan,” kata Sugeng dalam keterangannya, Selasa (6/9).

Legislator NasDem itu menyebut, porsi terbanyak pengguna BBM bersubsidi khususnya Pertalite bukan sepeda motor atau kendaraan umum yang semestinya mendapatkan BBM bersubsidi. Namun, pengguna Pertalite terbanyak adalah mobil pribadi milik orang mampu.

Mengutip data dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Badan Pusat Statistik (BPS), dari total alokasi kompensasi Pertalite Rp93,5 triliun yang dianggarkan di APBN (sesuai Perpres 98), sebanyak 86% atau Rp80,4 triliun dinikmati rumah tangga dan sisanya 14% atau Rp13,1 triliun dinikmati dunia usaha.

Namun, lanjut Sugeng, dari Rp80,4 triliun yang dinikmati rumah tangga, ternyata 80% di antaranya dinikmati rumah tangga mampu, sedangkan 20% dinikmati rumah tangga tidak mampu.

Begitu juga dengan solar dari total subsidi dan kompensasi Rp143,4 triliun, sejumlah 11% atau Rp15 triliun dinikmati rumah tangga dan sisanya yaitu 89% atau Rp127,6 triliun dinikmati dunia usaha. Dan untuk kategori rumah tangga yang menikmati, itu pun 95% adalah rumah tangga mampu, sehingga hanya 5% rumah tangga tidak mampu yang menikmati solar bersubsidi.

Selain tidak tepat sasaran, Sugeng juga mengatakan saat ini BBM bersubsidi sudah sangat memberatkan. Untuk itu, jika BBM tidak dinaikkan maka bisa mempengaruhi keuangan negara. Alasannya, karena harga minyak dunia jauh melebihi proyeksi awal APBN 2022. Selain itu, harga BBM saat ini jauh dari harga keekonomian.

“Keuangan negara harus kita akui jebol. Hari ini dengan kuota 23 juta kiloliter itu asumsinya semua meleset. Indonesian Crude Price (ICP) yang semula dipatok US$63 per barel meleset menjadi rata-rata US$104,9 per barel,” jelasnya.

(medcom/*)

Add Comment