a

EBT Butuh Investasi Besar

EBT Butuh Investasi Besar

JAKARTA (28 Maret): Sudah saatnya Indonesia beralih dari penggunaan energi berbahan fosil ke energi baru dan terbarukan (EBT). Namun, ada beberapa kendala dalam peralihan tersebut. Di antaranya masih mahalnya investasi EBT, kata anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Rudi Hartono Bangun.

“Investasi pembangkit listrik EBT ini masih mahal ketimbang pembangkit listrik dari fosil, yakni batu bara dan minyak bumi,” kata Rudi dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR dengan Dirut PLN, Darmawan Prasojo, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (28/3).

Legislator NasDem itu mengatakan, dengan mahalnya biaya investasi EBT, maka otomatis tarif dasar listrik (TDL) menjadi ikut mahal. Tidak hanya itu, harga yang mahal juga membuat pemerintah harus memberikan subsidi energi.

“Subsidi energi ini yang tinggi, maka membuat beban APBN semakin berat. Dampaknya juga akan kepada rakyat, negara jadi terbebani,” tambahnya.

Selain mahalnya investasi EBT, masalah lain yakni pertumbuhan konsumsi listrik Indonesia yang belum signifikan. “Hal itu membuat PLN kelebihan pasokan listrik. Apalagi dengan skema take for pay, di mana PLN yang harus membeli,” tukas Rudi.

Untuk itu, lanjut Rudi, dengan porsi EBT yang lebih dominan maka harus ada cadangan pasokan yang bisa diandalkan.

“Pak Dirut PLN tadi menyebutkan bahwa pernah terjadi kendala cadangan EBT di Eropa, sehingga membuat situasi jadinya amburadul,” tambahnya.

Legislator NasDem dari Dapil Sumatra Utara III (Langkat, Karo, Simalungun, Asahan, Dairi, Pakpak Bharat, Batubara, Kota Pematangsiantar, Kota Tanjungbalai, dan Kota Binjai) itu mengingatkan bahwa pengembangan EBT juga harus disesuaikan dengan kondisi perekonomian masyarakat.

“Pengembangan listrik EBT ini, jangan kemudian menjadikan Indonesia sebagai pasar barang impor. Apalagi  Presiden Jokowi tidak suka dengan impor, karena peralatan EBT ini mayoritas masih barang impor,” pungkas Rudi.

(RO/*)

Add Comment